BEBERAPA teman
maya saya, lewat percakapan online,
pernah meminta Pin BB saya. Sebuah permintaan yang tentu tidak akan pernah
disampaikan oleh teman-teman nyata, yang sering bergaul secara face to face dengan saya. Ya, saya tidak
memiliki BlackBerry!
Beberapa teman saya yang lain, pernah mengirimi saya gambar atau
foto-foto lewat ponsel. Celakanya, pesan-pesan macam itu, muncul sebagai
tulisan ‘tidak bisa menampilkan pesan’ di LCD ponsel saya. Ya, bahkan ponsel
saya bukanlah ponsel yang berkamera!
Pager, si penerima pesan. |
Kondisi itu membuat saya nekat membeli ponsel. Tidak baru,
barang itu saya beli dari seorang teman dalam keadaan bekas. Harganya 350 ribu,
sebuah ponsel warna abu-abu dengan antena ‘mecungul’ di atasnya. Mereknya Motorolla. Saya yang dalam bekerja
sering petakilan naik-turun tangga atau scafolding,
dengan ponsel saya taruh di saku celana, membuat antenanya rompal, perotol. Urusan antena
bukan perkara genting, sekalipun si antena itu berbulan-bulan saya balut
isolasi, yang penting si ponsel tetap berfungsi. Namun nasib si Motorolla berakhir tragis kala ia terjun
bebas dari saku baju kala saya naik scaffolding dan mendarat dengan telak di
permukaan lantai marmer. Pyarrrr...
ia langsung ambyar. Tewas dengan ngenas.
Sebagai gantinya, barang bekas juga, saya membeli Siemens C-35. Dengan tubuh lebih jangkung
ketimbang si mendiang Motorolla saya,
ia berwarna hitam dengan postur agak melengkung. Kesamaannya, selain sama-sama
berantena, nada dering keduanya juga sama-sama belum poliklinik polyphonic. Saya lupa bagaimana akhir si Siemens
ini di tangan saya, yang jelas kemudian saya agak kapok membeli ponsel
bekas.
Siemens C35. |
oOo
Sudah hampir tujuh tahun terakhir ini ‘senjata’ yang selalu
saya bawa kemana-mana adalah si Nokia N1110i. Riwayat
hidupnya, setelah saya menekan *#0000#, ia dilahirkan pada tanggal 24 Oktober
2006. Seminggu terakhir ini, ia makin sakit-sakitan. Setelah beberapa bulan ia
pikun (penunjuk waktunya sering berubah, walau dalam sehari tiga-empat kali saya
cocokkan dengan jam dinding di kantor), seminggu ini makin kronis saja
komplikasinya. Kalau ditelepon bisa nyambung tetapi selalu putus di tengah
jalan. Atau sering terjadi, tidak ada hujan tidak ada angin, di layarnya tiba-tiba
muncul perintah, “Masukkan SIM.” (Wah, jangan-jangan ponsel saya ini jenis
ponsel lalu-lintas?! Kenapa tidak sekalian minta STNK juga.)
Untuk mengaktifkan lagi, biasanya, saya cukup mematikan
sebentar, lalu saya on-kan lagi. Tetapi
kalau tidak bisa hidup normal juga, saya mesti mencopot baterai dan SIM
card-nya sebentar, lalu setelah meniupnya beberapa kali (seperti dukun sedang
menyemburkan suwuk) kemudian saya
pasang lagi. Benar-benar agak bikin jengkel. Seperti halnya kesabaran,
kejengkelan pun ada batasnya. Solusinya cuma satu; ganti ponsel baru!
Ya, mempensiunkan si biru N1110i itu adalah sebuah tindakan yang tepat. Setelah sekian tahun
mengabdi, dengan torehan catatan waktu yang lumayan (mengirim SMS sejumlah
8062, menerima pesan 17006 biji, menerima panggilan total 35 jam 33 menit 57 detik,
melakukan panggilan keluar total 77 jam 56 menit 11 detik), tentu ia akan tidak
nelangsa dipurnatugaskan sekarang ini.
Lalu, apa yang pantas mengantikannya sebagai teman hidup
saya? BlackBerry, Samsung Galaxi atau
Nokia Lumia?
Entahlah, saya belum ingin yang macam itu. Sekalipun, kalau
dipaksakan, soal harga bisa saja saya usahakan. Lewat cara kredit, misalnya. Tetapi
semua gadget berjenis smartphone itu, belum saya anggap sebagai
kebutuhan hidup saya. Bahkan untuk hadir sebagai sebuah keinginan, muntup-muntup di benak pun tidak. Entahlah.
Atau memang saya ini termasuk orang yang katrok.
Biar, biarlah.
Jujur, saya sedang menunggu hadirnya Nokia 105 yang konon baterainya sanggup bertahan hidup (untuk
pemakainan normal) selama 35 hari. Tetapi, ketika saya hubungi sebuah gerai
ponsel besar di Surabaya, ternyata barang itu belum masuk ke Indonesia. Yang sudah
ready stock adalah Nokia 103.
Dengan kisaran harga dua ratus ribu sesuai anggaran yang
saya siapkan, sebenarnya saya bisa mendapatkan barang merek lain dengan aneka
fitur telah dibenamkan di tubuhnya. Misalnya Cross V-5. Ponsel China yang kalau diamati sukses melewati Nexian yang sebelumnya tampil dominan ini sudah;
- Dual On Simcard
- Camera Digital
- MP3/MP4/3GP
- FM Radio,video
- Bluetooth, Calculator, Alarm
- Lampu Center
- Web Browssing.
- Camera Digital
- MP3/MP4/3GP
- FM Radio,video
- Bluetooth, Calculator, Alarm
- Lampu Center
- Web Browssing.
Senjata baru saya, Nokia 103. |
kenngan saya adalah Nokia 5110. Ini ponsel pemberian pamanda saya. Saya pegang ponsel itu harus ganti pulsa ke sang paman, namun ponsel berikut kartunya diserahkan begitu saja kepada saya. Kejadian itu adalah tahun 2003. Karena saat itu sulit sinya, maka saya harus pergi beberapa jauh dari rumah untuk menemukan sinyal. setelah dicek, ternyata pulsa tersisa 400-an ribu dan sudah mau habis masa tenggangnya.
BalasHapusOalaaah... pantesan paman saya tadi bilang "cukup ganti pulsanya saja". hahaha....
YANG masih terus ingin saya tanyakan kepada Sampeyan itu, Ra Faizi, adalah rapalan doa apa sehingga Sampeyan bisa berkali-kali dikasih hempun oleh orang lain.
BalasHapusNB:
Sekalipun saya suka hempun hitam-putih, tetapi kalau ada yang ngasih saya hempun berwarna dengan aneka fitur canggih, tentu akan seNNang hati saya menerimanya. Bukankah tidak baik menolak pemberian orang? Hehe...