Sabtu, 16 Maret 2013

Memberangus Tikus

TIKUS yang menyelinap ke rumah saya ini, saya kira, adalah keturunaan tikus yang pernah menjadi penghuni sebuah apotek. Binatang pengerat yang nggragas itu, di apatek itu, menyikat apa saja yang diendusnya. Sampah sisa makanan apoteker, atau bahkan kala tengah malam ia menggasak beberapa obat yang tersimpan di gudang. Mulai puyer obat cacingan sampai sirup sachetan penolak masuk angin. Dari suplemen vitamin biasa, sampai yang mengandung gincobiloba. Untuk jenis yang terakhir itu, sepertinya, mampu membuat otak hewan nggilani ini menjadi semakin cerdas saja.

Tentang kecerdasan si micky ini, saya telah membuktikannya sendiri. Mula-mula, dengan memasang penjepret yang mematikan, dalam semalam saya bisa membunuh dua-tiga ekor. Malam berikutnya ia lebih waspada; sama sekali tak mau mendekati perangkap itu. Selezat apa pun umpan yang saya pasang, tak sedikitpun ia tertarik. Okelah, saya harus ganti strategi. Saya memakai alat yang lebih berpereketikusan. Sebuah alat penjebak yang tidak mematikan. Tetapi begitu  si siti tikus masuk, tak mungkinlah ia bisa keluar.

Sukses. Beberapa hari saya bisa menangkapnya hidup-hidup, untuk kemudian saya rendam di sungai juga dengan hidup-hidup, tetapi sampai mampus! Hari berikutnya alat itu menjadi tak berfungsi. Si tikus tak sudi lagi terperangkap. Tidak ada jalan lain, saya harus mencari cara lain; pakai lem.

Keampuhan lem ini, Sampeyan tahu, langsung bisa dilihat pada kemasannya. Pesan yag saya tangkap sungguh gamblang; jangankan seekor tikus, gajah saja langsung lengket bila menginjaknya. Kesuksesannya dalam menjerat tikus telah saya duga, semenduga saya akan kegagalan di hari berikutnya yang tikus tak mau lagi menyentuhya.

Begitulah, saya kira tikus telah mempunyai tingkat kecerdasan sedemikian rupa. Ia sadar sepenuhnya kalau dirinya bukanlah keledai. Hanya keledai yang layak jatuh terperangkap pada lubang yang sama berkali-kali, tikus tidak.

Ini hanya tikus betulan, bukan 'tikus' jadi-jadian yang populasinya tak juga musnah di habitat bernama Indonesia. 'Tikus-tikus' itu, sejak tingkatan rendah sampai di lingkaran pusat kekuasaan pun ada. Dengan ukuran otak yang jauh lebih besar dari tikus sesungguhnya, 'tikus' jadi-jadian itu tentu lebih tinggi tingkat kecerdasannya. Lebih punya banyak cara untuk menghindar dan mementahkan segala macam praduga. Walau sejatinya, secara kasat mata berdasar kesaksian para koleganya yang lebih dulu tertangkap (beberapa secara basah), ia juga punya andil besar dalam menggerogoti uang negara.

Memberangus tikus memang bukan hal mudah. Lebih tidak mudahnya lagi, dalam beberapa kasus, 'tikus-tikus' itu punya hubungan 'spesial' dengan lembaga 'kucing' yang punya kewenangan memberangusnya.

Dalam kehidupan tikus sesungguhnya, sering saya dapati kucing sama sekali tidak ditakuti oleh tikus-tikus got yang gemuk ginuk-ginuk. Saya lihat, mereka sama-sama saling tidak menghiraukan. Mencari kenyaman hidup sendiri-sendiri.

Memusnahkan tikus dengan cara diracun, akan melahirkan kerepotan susulan. Kematian tikus di sembarang tempat, seringkali tersembunyi, bangkai itu menguarkan 'kesedapan' tingkat tinggi yang bisa menguras seisi perut. Sementara 'memusnahkan' tikus jadi-jadian dengan hukuman mati setelah segala tuduhan terbukti, belum-belum sudah menimbulkan kegaduhan; melanggar HAM.

Sambil terus saban hari tiada habisnya disuguhi kabar sepak terjang 'tikus' dalam menggerogoti kekayaan negeri, kalau sudah terpaksa, saya juga akan mengambil langkah terakhir. Memasang umpan beracun untuk memberangus tikus di rumah saya. Dan ini, tidak ada yang meributkan sebagai tindakan yang melanggar HAT . Hanya saja, saya harus siap-siap pura-pura tidak tahu-menahu bila salah satu tikus itu mati di rumah tetangga dan berhasil menjadi bangkai dengan aroma sempurna.

Saya sadar, keberadaan tikus di rumah saya dikarenakan kurangnya saya menjaga kebersihan tempat tinggal. Untuk kasus serupa, sepertinya, populasi 'tikus' yang tetap lestari di negeri ini, karena –diakui atau tidak--, kita juga kurang menjaga 'kebersihan'. *****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar