TIKUS yang menyelinap ke rumah
saya ini, saya kira, adalah keturunaan tikus yang pernah menjadi
penghuni sebuah apotek. Binatang pengerat yang nggragas itu,
di apatek itu, menyikat apa saja yang diendusnya. Sampah sisa makanan
apoteker, atau bahkan kala tengah malam ia menggasak beberapa obat
yang tersimpan di gudang. Mulai puyer obat cacingan sampai sirup
sachetan penolak masuk angin. Dari suplemen vitamin biasa, sampai
yang mengandung gincobiloba. Untuk jenis yang terakhir itu,
sepertinya, mampu membuat otak hewan nggilani ini menjadi
semakin cerdas saja.
Tentang kecerdasan si micky ini,
saya telah membuktikannya sendiri. Mula-mula, dengan memasang
penjepret yang mematikan, dalam semalam saya bisa membunuh dua-tiga
ekor. Malam berikutnya ia lebih waspada; sama sekali tak mau
mendekati perangkap itu. Selezat apa pun umpan yang saya pasang, tak
sedikitpun ia tertarik. Okelah, saya harus ganti strategi. Saya
memakai alat yang lebih berpereketikusan. Sebuah alat penjebak yang
tidak mematikan. Tetapi begitu si siti tikus masuk, tak mungkinlah ia
bisa keluar.
Sukses. Beberapa hari saya bisa
menangkapnya hidup-hidup, untuk kemudian saya rendam di sungai juga
dengan hidup-hidup, tetapi sampai mampus! Hari berikutnya alat itu
menjadi tak berfungsi. Si tikus tak sudi lagi terperangkap. Tidak ada
jalan lain, saya harus mencari cara lain; pakai lem.
Keampuhan lem ini, Sampeyan tahu,
langsung bisa dilihat pada kemasannya. Pesan yag saya tangkap sungguh
gamblang; jangankan seekor tikus, gajah saja langsung lengket bila
menginjaknya. Kesuksesannya dalam menjerat tikus telah saya duga,
semenduga saya akan kegagalan di hari berikutnya yang tikus tak mau
lagi menyentuhya.
Begitulah, saya kira tikus telah
mempunyai tingkat kecerdasan sedemikian rupa. Ia sadar sepenuhnya
kalau dirinya bukanlah keledai. Hanya keledai yang layak jatuh
terperangkap pada lubang yang sama berkali-kali, tikus tidak.
Ini hanya tikus betulan, bukan 'tikus'
jadi-jadian yang populasinya tak juga musnah di habitat bernama
Indonesia. 'Tikus-tikus' itu, sejak tingkatan rendah sampai di
lingkaran pusat kekuasaan pun ada. Dengan ukuran otak yang jauh lebih
besar dari tikus sesungguhnya, 'tikus' jadi-jadian itu tentu lebih
tinggi tingkat kecerdasannya. Lebih punya banyak cara untuk
menghindar dan mementahkan segala macam praduga. Walau sejatinya,
secara kasat mata berdasar kesaksian para koleganya yang lebih dulu
tertangkap (beberapa secara basah), ia juga punya andil besar dalam
menggerogoti uang negara.
Memberangus tikus memang bukan hal
mudah. Lebih tidak mudahnya lagi, dalam beberapa kasus, 'tikus-tikus'
itu punya hubungan 'spesial' dengan lembaga 'kucing' yang punya
kewenangan memberangusnya.
Dalam kehidupan tikus sesungguhnya,
sering saya dapati kucing sama sekali tidak ditakuti oleh tikus-tikus
got yang gemuk ginuk-ginuk. Saya lihat, mereka sama-sama
saling tidak menghiraukan. Mencari kenyaman hidup sendiri-sendiri.
Memusnahkan tikus dengan cara diracun,
akan melahirkan kerepotan susulan. Kematian tikus di sembarang
tempat, seringkali tersembunyi, bangkai itu menguarkan 'kesedapan'
tingkat tinggi yang bisa menguras seisi perut. Sementara
'memusnahkan' tikus jadi-jadian dengan hukuman mati setelah segala
tuduhan terbukti, belum-belum sudah menimbulkan kegaduhan; melanggar
HAM.
Sambil terus saban hari tiada habisnya
disuguhi kabar sepak terjang 'tikus' dalam menggerogoti kekayaan
negeri, kalau sudah terpaksa, saya juga akan mengambil langkah
terakhir. Memasang umpan beracun untuk memberangus tikus di rumah
saya. Dan ini, tidak ada yang meributkan sebagai tindakan yang
melanggar HAT . Hanya saja, saya harus siap-siap pura-pura tidak
tahu-menahu bila salah satu tikus itu mati di rumah tetangga dan
berhasil menjadi bangkai dengan aroma sempurna.
Saya sadar, keberadaan tikus di rumah
saya dikarenakan kurangnya saya menjaga kebersihan tempat tinggal.
Untuk kasus serupa, sepertinya, populasi 'tikus' yang tetap lestari
di negeri ini, karena –diakui atau tidak--, kita juga kurang
menjaga 'kebersihan'. *****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar