Minggu, 17 Mei 2015

Menambah LNB Parabola

KEGEMBIRAAN akan diterapkannya siaran televisi digital terrestrial di Indonesia ternyata tak berlangsung lama. Disaat masyarakat antusias menyambutnya, dikala pabrikan set top box mulai menggenjot produksi, ketika pemenang lelang MUX mulai membangun insfrastruktur dan juga bersiaran, eh program siaran televisi digital malah terganjal. Iya sih, masih ada satu-dua yang mengudara (dengan power pemancar yang tak seberapa), tetapi secara jumlah tak jua bertambah, justru berkurang malah.

Kalau demikian kenyataannya, apakah masih menggantung harapan besar kepada terwujudnya program itu? Ada yang bilang, apa sih kita ini yang tidak ketinggalan? Negara lain sudah melangkah jauh dan tak sudi lagi menggunakan kanal analog untuk televisi, kita masih saja tak bisa ke 'lain hati'. Padahal (katanya) teknologi digital adalah hal yang niscaya, sementara dengan kemajuan teknologi (data) yang maju pesat, membutuhkan bandwicht yang berlipat. (sementara si analog boros sekali karena satu frekuensi hanya bisa diisi satu. Sedang pada kanal digital: satu frekuensi bisa muat belasan!) Kalau tak mau 'ketinggalan kereta' dengan jarak yang teramat jauh, televisi digitallah solusinya.
Before.

Sudahlah, bicara tentang televisi digital free to air (FTA), kalau dipikir-pikir, orang kota kalah dengan orang pedalaman yang tak terjangkau pemancar televisi analog terrestrial. Orang pasang jamur (baca: antena parabola) di kampung sudah menjamur. Siaran televisi bebas kepyur alias tak bersemut adalah hal lumrah. Sementara orang kota dengan pesawat televisi sudah HD, siaran yang ditangkap masih berteknologi analog. Ada sih siaran dengan konten HD, tetapi itu milik pay tv. Dan kita tidak sedang membicarakan itu.

Dengan siaran televisi digital terrestrial yang memang sudah tak pernah nambah kontennya, kita (sebagai pemirsa) sudah tak punya cara lain untuk menambahi sendiri. Berbeda sama sekali dengan siaran digital yang diterima dari satelit. Siaran di satelit Palapa-D saja sudah hampir seratus channel, dan kalau ingin nambah siaran kita tinggal menambah LNB. Masih kurang juga? Tambah LNB lagi.
After.

Sejak memasang parabola sendiri, sekarang yang terpasang pada 'jamur' saya ada tiga LNB (Palapa-D, Telkom-1 dan Asiasat7). Berapa channel yang tertangkap? Bagi pengguna antena parabola tentu sudah tahu: ratusanlah jumlahnya.

Kalaulah saya hari ini iseng-iseng mengawinkan dua scalar ring LNB twin (satu milik Matrix, satunya lagi bawaan Venus) agar menjadi satu scalar ring untuk 4 LNB, tentu supaya saya bisa menangkap channel yang terpancar dari satelit Asiasat-5, yang ujung-ujungnya tentu total channel makin bejibun. (Ada yang bilang nanti bakal repot masangnya pada dish saya yang cuma berukuran 6 feet dengan hanya tiga tiang fokus, sementara dengan scalar ring modifikasi ini, mau tak mau harus menggunakan empat tiang fokus. Kesulitan, lalu gagal, lalu mencoba lagi, gagal lagi sampai menemukan cara yang lain untuk berhasil; itulah tantangannya. Haha, ngeyel ya ?)
Selanjutnya; sepertinya saya mesti menambah
tiang fokus nih...

Mengapa saya melakukan itu, adakah channel favorit yang menjadi tayangan wajib tonton? Olahragakah, filmkah, musikkah? Jujur: tidak. Saya hanya senang tracking dan kurang senang nonton. Kalaulah nonton, paling-paling cuma tombal-tombol remote control, pindah-pindah channel, tahu-tahu mengantuk dan, tidur.

Paling-paling anak-anak ditemani ibunya yang kalau sore nonton Sopo Jarwo atau Naruto. Dengan gambar yang bening bin cling begitu, tentu mononton televisi menjadi nyaman. Saya sih jadwal nontonnya kebagian malam. Tetapi ya itu tadi; nontonnya tidak khusyuk. Paling-paling malah tangan gatal lalu blind scan koleksi satelit, siapa tahu ada transponder baru yang nyangkut.

Satu lagi keinginan, sebagaimana lazimnya tracker anyaran, masih merasa belum lulus sebelum bisa lock menembus satelit Optus. Hehe... *****



Tidak ada komentar:

Posting Komentar