Sabtu, 01 Maret 2014

Politik 'Wani Piro?'


PEMILU kurang sebentar lagi, tetapi suasana masih adem-ayem ya, Kang,” kata Mas Bendo yang hari ini mengenakan kaos tipis bergambar caleg berkumis.

Kang Karib yang sedang keenakan oleh liukan cotton bud di liang telinga tak menyahut.

Padahal dulu, di jaman aku kecil, menjelang Pemilu begini hawanya sudah gimanaa gitu,” lanjut Mas Bendo. “Hidup bertetangga menjadi kurang akrab bila beda partai. Sampai pada tingkat satru, soker, atau tak saling menyapa. Sekarang? Mbelgedhes apa...”

Itu, “kata Kang Karib sambil membuang cutton bud dan agak mencium aroma di tangannya, “masyarakat sudah cukup dewasa dalam menyikapi perbedaan pilihan politik, nDo.”

Bukan dewasa, Kang, tapi mblenek, muak,” Mas Bendo menyahut. “Pas butuh suara saja merengek-rengek ke rakyat, pas giliran sudah jadi, uh pret apa.”

:”Jangan skeptis begitu, nDo,” potong Kang Karib. “Apa pun kenyataannya, Pemilu itu pesta demokrasi, nDo.”

Dan tiada pesta yang gratis kan, Kang?”

Itulah makanya, kita harus kawal pesta itu, yang memakan biaya mahal itu, agar tidak keliru dalam memilih orang yang tak kompeten duduk di parlemen, yang katanya mewakili kita itu. Untuk itu, kita harus gunakan hak pilih, jangan golput..”

Lho, bukannya golput itu juga pilihan, Kang?”

Iya, tetapi dengan golput, itu sama artinya kita memberi peluang caleg yang tidak mutu menjadi penentu kebijakan. Apa jadinya, coba, bila negera diurus oleh orang yang remuk isi otaknya. Kacau kan?”

Jadi, selama ini, kekacauan segala hal di negeri ini karena diurus oleh orang yang Sampeyan bilang tadi?”

Bisa jadi.”

Jadi, para caleg yang ngebet ingin jadi dan untuk itu ia menggunakan aneka cara, termasuk main uang, adalah indikasi punya otak begitu?”

Kang Karib diam.

Itulah, Kang. Saya kok sangsi bila di baliho si caleg menegaskan mengabdi sepenuh hati untuk negeri, tetapi demi duduk di kursi dewan ia melakukan money politics atau semacamnya, bukankah di dalam itu perlu dicurigai ada terselip kalkulasi ekonomi; modal sekian, harus balik sekian. Jadi, wajar juga kan bila rakyat menjadi tak terlalu fanatik kepada partai. Lagian, orang partai itu kan bisa loncat sana loncat sini. Kali ini di partai biru, Pemilu depan di partai oranye.”

Itulah pentingnya pendidikan politik, nDo. Pemilih yang cerdas bisa memilih pemimpin berkualitas.”

Oke, Kang. Sambil menunggu itu terwujud, jangan salahkan rakyat punya pakem sendiri dalam menyikapi setiap Pemilu. Tak peduli partai apa, aliran politiknya bagaimana, tokoh-tokohnnya siapa, 'harga' yang bicara. Yang penting; Wani piro?” *****




Tidak ada komentar:

Posting Komentar