Senin, 24 Maret 2014

Hati-hati Sugesti

JUMAT pagi 21 Pebruari itu seorang teman membawa kue ke tempat kerja. Kue lunak berbentuk kotak dibungkus plastik mika dengan staples sebagai pengancingnya. Saking lunaknya, tanpa peran gigi, dengan hanya menekan lidah ke langit-langit mulut saja sudah hancur ia. Saya tak bertanya apa nama kue berwarna hijau itu. Tetapi saya suka sekali rasanya. Untuk itu, karena masih ada banyak di meja, saya ambil untuk kedua kalinya. Keburu ingin menikmatinya lagi, saya ceroboh dalam membukanya; langsung saya tarik begitu saja. Dengan ukurannya yang mungil, gigitan ketiga adalah sudah untuk yang terakhir. Dan saat itulah saya celaka. Pada telanan terakhir itu, saya rasa ada sesuatu yang menyenggol tenggorokan. Pikiran saya langsung jelek; yang menyenggol tenggorokan tadi itu adalah isi staples. Duh, apes!


Saya lihat plastik mika yang masih saya pegang, tidak ada isi staples di situ. Makin curigalah saya, bahwa yang ikut tertelan tadi itu adalah isi staples.


Kecurigaan itu tanpa saya sadari berubah wajah menjadi sugesti. Ia selalu menari-nari dalam alam bawah sadar saya tentang isi staples itu yang kini mungkin sedang berada di dalam lambung. Dan sugesti itu makin menjadi manakala saya tanya ke Mbah Google tentang kemungkinan apa yang terjadi bila isi staples yang bersarang di dalam perut saya. Menakutkannya lagi, kata Mbah Google, benda itu akan karatan dan membuat lambung akan sangat menderita.


Hari berikutnya perhatian saya sebagian besar kepada isi perut. Setiap geliat di dalamnya tak pernah luput dan pikiran membumbuinya dengan, “Jangan-jangan. Jangan-jangan...”


Nah, ternyata, semakin saya perhatikan (dengan kepekaan yang saya tambah tensinya), segala apa yang menggeliat di perut selalu saya curigai sebagai efek dari isi staples itu. Termasuk sedikit saja usus bergerak, atau rasa celekit di dalamnya. Sebuah rasa yang barangkali di saat normal (dan saat saya tak peduli dengan setiap geliatnya), itu sama sekali tak terasa.


Hari terus berjalan, dan saya mencari lagi info yang berkaitan dengan bila isi staples masuk ke dalam lambung. Syukurlah, dalam salah satu yang disajikan mbah Google, ada yang sedikit menentramkan. Bahwa, setajam apa pun benda yang masuk ke dalam lambung, ia akan dipaksa keluar oleh lambung menuju saluran pembuangan dan diikutkan keluar bersama rombongan kotoran. Untuk menyaksikan apakah benda itu sudah keluar, satu-satunya cara adalah dengan mengorek (maaf) 'pisang goreng' sebelum disiram masuk ke septic tank.


Sayangnya, ini baru saya ketahui jauh setelah isi staples itu saya curigai ikut tertelan. Karenanya tak mungkinlah saya membongkar septic tank demi untuk mencari sibiji kecil barang sialan itu.


Itu hal lain. Tetapi, sisi positifnya, dengan membaca artikel itu, pelan-pelan sugesti saya tidak terlalu negatif seperti halnya sugesti yang pertama. Yang kedua ini, membuat saya mumupuk keyakinan bahwa isi staples itu telah beristirahat dengan tenang di ruang bawah tanah (baca: septic tank).


Tentu saja agar yakin, saya bisa melakukan foto x ray demi memastikan apakah isi staples itu masih menginap di lambung saya atau tidak. Tetapi, saya termasuk orang yang tidak ingin biyaya'an mencari biaya untuk itu. (Ah, jelek ya sifat saya ini.)


Karena hal ini, saya menjadi harus makin hati-hati dengan sugesti. Apa yang terus ada di alam bawah sadar, bisa membias di alam sadar. Dan itu, kalau terus-terusan terjadi, bisa menjadi suatu kenyataan. Makanya saya pernah mendengar seorang motivator berujar; segala apa yang diyakini diri sendiri, hal itu pulalah yang akan terjadi. Bila belum-belum saja seseorang sudah merasa tidak mampu, maka akan betul-betul tidak mampulah seseorang itu.


Sekali lagi, saya harus lebih berhati-hati dalam mensugesti diri sendiri. *****


1 komentar:

  1. haii mas edi, salam kenal.., saya annie.makasih banyak tulisannya bisa menentramkan saya, saya kemakan plastik tapi. saya udah galau ada kali sebulan. ini mas beneran ketelen staplesnya? tp mas ga ada masalah apa2 ya seteleh ketelan isi staples itu?

    BalasHapus