Minggu, 27 Januari 2013

Dapat Gelar Tanpa Bayar


SEKIRA tiga bulan yang lalu, siang itu saya lagi libur dari rutinitas kerja dan sepagian hanya menulis di komputer. Datanglah dua perempuan bertamu ke rumah saya. Mereka naik semotor berdua. Keringat nampak berhasil menggusur sapuan bedak di wajah keduanya. Sepertinya mereka datang dari jauh, atau paling tidak, seharian ini mereka menghabiskan banyak waktu di jalan.

Sekalipun membawa tas dan map, di mata saya, itu sama sekali tidak membuat mereka terlihat sebagai sedang mencari sumbangan.

Sebagai tamu tentu saja saya menghormatinya. Tetapi ketika mereka menolak untuk pinarak di ruang tamu dan malah memilih duduk di teras rumah, saya pikir, itu juga pilihan yang bijaksana. Karena, di ruang tamu maupun di teras, rumah saya ini belum ada kursinya. Dengan bicara-bicara di teras secara lesehan begitu, kami malah bisa mendapatkan bonus semilir angin.

Dua perempuan itu mengenalkan diri sebagai petugas survei dari sebuah lembaga survei terkenal berkelas internasional. Sebagai muqaddimah, mereka mengajak saya bicara tentang energi. Khususnya bahan bakar minyak. Dan karena saya suka membaca apa saja, termasuk analisis yang ditulis pengamat perminyakan Kurtubi, sedikit banyak saya bisa mengikuti arah pembicaraan mereka siang itu.

Berikutnya mereka menunjukkan kepada saya beberapa foto logo perusahaan yang bergerak di bidang perminyakan dan energi. Ada Shell, Petronas juga Total, termasuk Pertamina tentu saja. Namun pokok arah yang hendak dibidik, menurut saya, adalah yang selain Pertamina. Ada beberapa produk dari ketiga perusahaan asing itu yang juga ditunjukkan kepada saya. Mulai produk berjenis minyak pelumas, sampai foto SPBU.

Ketika ditanya apakah saya mengetahui itu, dan saya jawab ‘tahu’, saya diuber oleh pertanyaan berikutnya, “Bapak tahu dari mana?”
“Saya tahu dari iklan di koran atau televisi,” jawab saya.

Sudah?
Belum. Pendek kata, saya siang itu seperti sedang diuji pengetahuan tentang produk dan layanan Shell, Petronas, atau Total. Jujur, sekalipun di Surabaya ini telah ada SPBU Shell, saya tetap menggunakan produk dari yang punya tagline  iklan ‘Kita Untung Bangsa Untung’. Tetapi, kalau boleh GR, saya rasa pengetahuan saya tentang topik energi yang mereka tanyakan tidaklah jelek-jelek amat. Saya pikir, itu tidak lepas dari manfaat membaca.

Sebelum mereka memberikan semacam cindera mata atas semua itu, salah satu dari mereka mengeluarkan satu lagi formulir yang harus diisi. “Maaf, hampir lupa,” kata salah satu dari mereka sambil bersiap mengisi kolom-kolom dalam formulir itu. “Kami ingin tahu data pribadi Bapak. Boleh kan?”

Melihat tanda pengenal resmi yang mereka kenakan, termasuk tadi saya sempat melihat-lihat semacam surat tugasnya, menjadikan saya tak ragu untuk menyampaikan data pribadi saya. Mulai nama lengkap, tempat tanggal lahir, nomor telepon sampai pendidikan terakhir. Semua saya berikan apa adanya tanpa rekayasa. Termasuk pendidikan terakhir saya yang cuma Madrasah Aliyah.

TIGA hari berselang, suatu siang saya mendapatkan telepon dari nomor yang tidak saya kenal. Mendapat telepon dengan cara begitu lebih mungkin saya angkat ketimbang penelepon yang menyembunyikan identitasnya menjadi ‘nomor pribadi’. Bila ponsel saya berdering sementara yang tampak di layar adalah tulisan ‘nomor pribadi’, tindakan yang akan saya lakukan adalah menekan tombol merah di HP.

“Maaf, Pak,” suara perempuan menggetarkan gendang telinga ketika sebelumnya saya sapa ‘Halo’. “Saya petugas survei yang kemarin lusa ke rumah Bapak. Begini, Pak, pada formulir data pribadi, pendidikan terakhir Bapak kan Madrasah Aliyah. Saya ganti tidak apa-apa kan, Pak? Hasil wawancara itu akan segera saya kirim ke kantor pusat di Jakarta. Jadi nanti kalau ada orang kantor di Jakarta menelepon Bapak untuk kroscek data, bilang saja pendidikan terakhir Bapak S-1 ya?”

Saya diam. Saya sedang dilanda telmi (baca: telat mikir) oleh kalimat yang sama sekali tidak saya duga sebelumnya. Sementara perempuan surveyor itu, adalah penganut paham ‘diam berarti iya’.

“Terima kasih, Pak,” katanya lalu memutus hubungan telepon.*****



2 komentar:

  1. Saya S-1? Padahal saya suka es tung-tung. Itu lho, yang setiap keliling kampung, penjualnya selalu memukul satu gamelan yang digantung. Bunyinya; tung, tung, tung....

    BalasHapus