Kenangan dalam file ponsel. Foto: Sri Wahyunik/Surya |
Namun
bukankah engkau tahu, walau terlambat, aku mengunjungi ke tempat
istirahatmu seorang diri. Ya, sekarang sedang musim kemarau. Dan pagi
setengah siang itu, lihatlah, matahari sudah sedemikian teriknya.
Lagi pula, di tempatmu kini, tiada tertanam bunga kamboja atau pohon
trembesi. Membuat gundukan tanah di atasmu tak lagi basah, dan
taburan bunga-bunga itu, juga rangkaian janur kembang
mayang
yang dibuat secara tergesa itu, segera menuju kering.
Masa kecil; berkejaran bersama Mbak Ayu ketika berlibur ke KBS. Foto: Dok. Pribadi |
Foto: FB Reza. |
Rez,
hari-hari setelah kepergianmu itu, Mbah Kung dan Mbah Putri tiada
lelah mengaji untukmu. Kemarin, di dapur, sungai kembali mengalir
dari mata tua Mbah Putri; dan segala ingatan tentangmu adalah
sumbernya.
Baiklah,
lupakan segala kesedihan, kita ingat saja hal-hal (kecil) yang
menyenangkan.
Sebagaimana
orang pikun, maaf kalau aku lupa tanggal kelahiranmu. Tetapi, yang
masih kuingat, 21 tahun yang lalu engkau lahir sebagai bayi yang sehat dan menggemaskan.
Beberapa hari setelah kelahiranmu, menjelang sepasaran
(saat si jabang bayi pupak
puser
dan segera diumumkan namanya dalam kenduri sederhana dengan
mengundang para tetangga) ternyata ayah dan ibumu belum punya nama
untukmu. Jadilah aku, ayahmu dan Om Yon secara urunan menamaimu
sebagai Reza Gilang Bastian. Darimana ide nama itu berasal?
Foto: FB Reza |
Rez,
banyak hal tentangmu yang tak mungkin begitu saja kami lupakan.
Damailah di tempat barumu. Doa kami selalu untukmu. *****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar