Selasa, 15 September 2015

Surat(an) Pendek Buat Reza

Kenangan dalam file ponsel.
Foto: Sri Wahyunik/Surya
REZ, maaf kalau aku datang belakangan dan tak sempat ikut mengantarmu. Bisa saja ini akan kau anggap sebagai alasan. Tidak masalah. Karena bukankah tentang apapun antar siapapun bisa saja terjadi salah paham. Tetapi begini, ketika Lik Is meneleponku sore itu aku sedang akan pulang kerja dan tiba-tiba seluruh tubuh serasa tidak bertulang mendengar kabar kamu telah berpulang.

Namun bukankah engkau tahu, walau terlambat, aku mengunjungi ke tempat istirahatmu seorang diri. Ya, sekarang sedang musim kemarau. Dan pagi setengah siang itu, lihatlah, matahari sudah sedemikian teriknya. Lagi pula, di tempatmu kini, tiada tertanam bunga kamboja atau pohon trembesi. Membuat gundukan tanah di atasmu tak lagi basah, dan taburan bunga-bunga itu, juga rangkaian janur kembang mayang yang dibuat secara tergesa itu, segera menuju kering.

Masa kecil; berkejaran bersama Mbak Ayu
ketika berlibur ke KBS.
Foto: Dok. Pribadi
Kalau tak ingat petuah bahwa air mata hanya akan memberatkan langkahmu, tentu akan kubiarkan ia mengalir deras di pipi. Toh, aku tak perlu malu karena sedang sendiri dan hanya engkau dan Tuhan saja yang tahu. Di hening dalam terik itu, aku mencoba membuat simpulan. Bahwa ketika duka dirasakan terlalu dalam, sekian persen kecerdasan orang akan berkurang. Itulah sebabnya, dalam keadaan begini, aku merasa harus belajar lebih keras untuk mendalami pelajaran ilmu ikhlas.
Foto: FB Reza.

Rez, hari-hari setelah kepergianmu itu, Mbah Kung dan Mbah Putri tiada lelah mengaji untukmu. Kemarin, di dapur, sungai kembali mengalir dari mata tua Mbah Putri; dan segala ingatan tentangmu adalah sumbernya.

Baiklah, lupakan segala kesedihan, kita ingat saja hal-hal (kecil) yang menyenangkan.

Sebagaimana orang pikun, maaf kalau aku lupa tanggal kelahiranmu. Tetapi, yang masih kuingat, 21 tahun yang lalu engkau lahir sebagai bayi yang sehat dan menggemaskan. Beberapa hari setelah kelahiranmu, menjelang sepasaran (saat si jabang bayi pupak puser dan segera diumumkan namanya dalam kenduri sederhana dengan mengundang para tetangga) ternyata ayah dan ibumu belum punya nama untukmu. Jadilah aku, ayahmu dan Om Yon secara urunan menamaimu sebagai Reza Gilang Bastian. Darimana ide nama itu berasal?

Foto: FB Reza
Oh, tentu zaman itu aku tidak membuka Google dulu dengan kata kunci 'nama bagus untuk si kecil'. Zaman itu jaman bahuela dan urusan nama tidak segampang yang dilakoni orang sekarang. Yang pakai bahasa Persia-lah, Yunani-lah, yang meniru nama artis sinetron atau yang lainnya. Kami menamuimu begitu saja karena sepertinya nyaman didengar dan (celakanya) kalau ditanya artinya, kami akan angkat tangan sebagai tanda tidak bisa. :)

Rez, banyak hal tentangmu yang tak mungkin begitu saja kami lupakan. Damailah di tempat barumu. Doa kami selalu untukmu. *****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar