MAKIN hari, kalau diperhatikan, makin banyak saja orang wayuh,
berpoligami. Dan, sejauh ini, belum pernah keluar fatwa dari produsen
fatwa tentang hukumnya. Padahal ini, menurut Kang Karib, sungguh amat
gawat. Urgent sekali.
"Urgan, urgent," Mas Bendo ujug-ujug methungul, muncul. "Sebahaya dan
segenting apa sih, Kang?"
"Kalau masih ada yang menganggap bahwa hubungan itu selalu harus ada
kesetiaan," petuah Kang Karib, "niscaya, perselingkuhan, dengan apa pun
itu, adalah kejahatan terhadap cinta."
"Wik, seserius itu to, Kang?"
Lalu Kang Karib membeber argumen: dengan orang (bisa istri, bisa
suami) lebih punya waktu terhadap gadget-nya masing-masing, berapa
coba, waktu yang terbuang, yang kalaulah orang tak lebih mesra dengan
smartphone-nya, akan bisa lebih bermesraan dengan anak-istri (suami)
masing-masing.
"Zaman sudah berubah, Kang," tangkis Mas Bendo. "dan tak mungkinlah orang mau bergaya hidup seperti zaman dulu. Atau Sampeyan sedang mengingkari kelaziman?"
"Aku sedang gundah saja, nDo."
"Oleh?"
"Ya oleh lebih senangnya orang bersilaturahim dengan gadget-nya daripada dengan sesama manusia."
"Lho, bukankah yang sedang 'ditemui' orang-orang lewat gadget-nya itu adalah juga manusia?"
"Bisa semutukah pertemuan itu bila dibandingkan perjumpaan face to face yang sesungguhnya?"
"Secara waktu tidak nutut, Kang" sanggah Mas Bendo. "Lha kalau lewat teknologi kan bila langsung sekala, dengan berapa pun tujuannya. Sampeyan saja yang ndesit, yang tetap setia dengan handphone jadul. Yang cuma bisa SMS dan telepon. Sekali-kali cobalah pakai ponsel pintar. Pasti nanti Sampeyan akan ketagihan."
"Nah, itu dia: ketagihan," mata Kang Karib berbinar. "Satu hal yang sebisa mungkin kuhindari. Atas dasar ketagihan, yang sebenarnya tak penting pun akan dianggap penting. Sehingga bila semenit saja tak membuka layar smartphone, khawatirnya seperti kiamat segera datang. Bangun tidur yang pertama dilihat gadget-nya, seperti sebelum tidur pun gadget adalah yang terakhir dicumbuinya. Dan akan nampak bagiamana ya bila suasana di dalam rumah; anak, ayah, ibu (bahkan pembantu) lebih asyik masyuk dengan gadget-nya di sepanjang waktu. Ber-wkwk dengan entah siapa di seberang sana, sambil mengirim senyum emoticon atau smeeley, namun saling dingin dan tidak bersuara dengan orang nyata di depan dan sebelahnya. Yang demikian itu, bukankah tak berlebihan bila dibilang mereka telah wayuh; yang Ibu melakulan poliandri, yang Ayah poligami mengawini gadget sebagai suami atau istri kedua."
Sebenarnya Kang Karib itu sudah hidup di zaman sekarang, di kota lagi. Kok otaknya masih ndesit ya?
"Jangan remehkan orang ndesit, nDo" celetuk Kang Karib lagi. "Orang tua-tua di desa, yang sebagian masih menganggapnya sebagai ketinggalan itu, yang pasrah saja hidupnya monoton, begitu-begitu saja itu, apa kamu pikir mereka tak bahagia. Justru, bisa jadi mereka itu, yang hidup sederhana itu, kebahagiaannya juga adalah hal-hal sederhana. Dibanding kamu yang selalu nggrangsang kepada apa pun yang bersifat duniawi, sehingga kebahagiaanmu juga muluk sekali."
"Hidup kan juga pilihan, Kang" tangkis Mas Bendo.
"Betul," timpal Kang Karib. "Dan aku ingin berbahagia secara sederhana saja, nDo." (bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar