Sabtu, 20 Juli 2013

Ibadah Donor Darah

SUDAH menjadi kelaziman, setiap bulan ramadhan datang, stok darah di PMI berkurang. Ini dikarenakan, salah satunya, para pendonor rutin yang secara suka-rela tiga bulan sekali menonorkan darahnya, (dan bulan ini sudah tiba waktu berikutnya) karena sedang berpuasa, menunda untuk berdonor setelah lebaran saja. Padahal kebutuhan darah tidak mengenal itu. Setiap hari selalu saja ada pasien yang membutuhkannya.

Bagaimana PMI menyiasati sepinya pendonor yang datang ke kantornya?
Ya, tentu dengan cara jemput bola. Salah satu caranya, PMI memarkai mobil khusus untuk ditempatkan di tempat strategis dalam rangka menjaring pendonor. Di Surabaya ini, setiap malam selama Ramadhan ini, PMI memakai mini bus khusus unit transfusi darah di Taman Bungkul.

Karena sudah lama sekali saya tidak donor, setelah mengikuti acara Buka Bersama di tempat kerja, kemarin sore saya menuju kesitu. Di dekat Taman Bungkul yang cantik, PMI memarkir dua mini bus. Satu merek Hyundai bernopol L 7503 NP. Dengan ada logo SCTV di bodinya, saya duga mobil itu adalah hibah dari SCTV dalam salah satu program CSR perusahaan media milik grup Emtek itu. Satunya lagi merek Izusu hasil rancangan karoseri Tugas Anda. Nah, ke mobil Izusu yang saya lupa tak mencatat lengkap nopolnya itulah saya masuk untuk berdonor.

“Setiap hari ramai begini, Mbak?” sambil lengan saya dibebat pengukur tensi, saya bertanya.

“Ya, Pak.” sambil menjawab, cekatan sekali petugas muda berjilbab itu menangani pendonor.

Dalam mobil yang dibentuk sedemikian rupa itu, dapat sekaligus menangani empat pendonor, yang ditangani oleh dua petugas. Dengan kabin ber-AC, ada empat kursi panjang yang dibuat nyaman untuk duduk besandar sambil menyelonjorkan kaki, kami bisa disedot darahnya sambil santai menonton dua buah televisi LCD ukuran 19 inchi.

“Melayani sampai jam berapa, Mbak?” saya lirik darah saya mengalir lancar lewat selang kecil menuju kantong yang diletakkan di meja kecil di dekat petugas.

“Setiap hari kita bawa seratus kantong kosong, jadi kalau kantong itu habis jam delapan, ya jam delapan kami tutup,” terang perempuan yang setiap akan menusukkan jarum ke lengan pendonor selalu saya dengar membaca basmalah itu.

Lebih jauh, perempuan asli Surabaya berumur sekitar duapuluh tahunan yang tak sempat saya tanya namanya itu menerangkan, dalam bulan ramadhan PMI memang harus lebih aktif 'turun' menjemput pendonor. Tidak itu saja, sebagai perangsang agar orang mau menonorkan darahnya saat bulan puasa, PMI menambah 'sesuatu' sebagai tanda terima kasihnya. Saya lihat, ada banyak sekali bungkusan lumayan besar disiapkan.

“Sembako, Pak,” katanya ketika saya tanya apa isinya.

“Nah, untuk sembako itu PMI dapat dari mana? Maksud saya, apa itu sumbangan dari...”

“Ya, dari donatur. Kali ini kami dapat dari Rotary Club Surabaya.”

Tak terasa, sambil bicara-bicara santai, tiba-tiba sudah selesai. Jam 19.05 mulai, tak sampai lima belas kemudian saya sudah keluar dari mobil dan dikasih sebungkus tas plastik besar aneka isi.

Keluar dari mobil, saya lihat pendonor yang antre melebihi saat saya datang tadi. Entahlah, apakah itu sebagai bentuk kesadaran, bahwa berdonor saat melakukan puasa itu tidak apa-apa asal dilakukan setelah berbuka, atau mereka datang karena demi bingkisannya.

Di tempat parkir, saat saya akan pulang, ada seorang bapak yang datang akan menempati tempat motor yang akan saya tinggalkan. “Ramai, Pak. Antre panjang,” kata saya.

“Dapat apa?” lelaki setngah baya itu malah bertanya sambil menatap bingkisan yang saya bawa.

Karena belum membukanya, saya raba saja tas palstik itu, “Kaos, sekaleng susu, minyak goreng, gula, beras, beberapa bungkus mie instan dan....”

“Ndak apa-apa, Pak. Sekali pun antre, kalau dapat sebanyak itu ndak apa-apa. Daripada donor di Embong Ploso (kantor PMI) kita ndak dapat apa-apa,” mantap lelaki itu memarkir motornya untuk kemudian ikutan lebih mengularkan antrean yang memang sudah panjang.

Begitulah, selain ada kalimat 'mereka selamat, kita sehat', di pantat mobil minibus Izusu itu juga ada kata-kata; donor darah itu gaya, donor darah itu cinta, donor darah itu sehat dan donor darah itu ibadah.
Nah, itu dia; ibadah. Sebuah laku ikhlas, tanpa pamrih. Sebuah amalan semata karena Tuhan yang imbalannya seringkali dipahami akan diterima nanti di hari kemudian. Tetapi, di tengah kehidupan yang segalanya maunya bisa didapat secara instan, ganjaran ibadah pun diharapkan bisa dterima secara kontan. *****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar