SUDAH menjadi kelaziman, setiap bulan
ramadhan datang, stok darah di PMI berkurang. Ini dikarenakan, salah
satunya, para pendonor rutin yang secara suka-rela tiga bulan sekali
menonorkan darahnya, (dan bulan ini sudah tiba waktu berikutnya)
karena sedang berpuasa, menunda untuk berdonor setelah lebaran saja.
Padahal kebutuhan darah tidak mengenal itu. Setiap hari selalu saja
ada pasien yang membutuhkannya.
Bagaimana PMI menyiasati sepinya
pendonor yang datang ke kantornya?
Ya, tentu dengan cara jemput bola.
Salah satu caranya, PMI memarkai mobil khusus untuk ditempatkan di
tempat strategis dalam rangka menjaring pendonor. Di Surabaya ini,
setiap malam selama Ramadhan ini, PMI memakai mini bus khusus unit
transfusi darah di Taman Bungkul.
Karena sudah lama sekali saya tidak
donor, setelah mengikuti acara Buka Bersama di tempat kerja, kemarin
sore saya menuju kesitu. Di dekat Taman Bungkul yang cantik, PMI
memarkir dua mini bus. Satu merek Hyundai bernopol L 7503 NP. Dengan
ada logo SCTV di bodinya, saya duga mobil itu adalah hibah dari SCTV
dalam salah satu program CSR perusahaan media milik grup Emtek itu.
Satunya lagi merek Izusu hasil rancangan karoseri Tugas Anda. Nah, ke
mobil Izusu yang saya lupa tak mencatat lengkap nopolnya itulah saya
masuk untuk berdonor.
“Setiap hari ramai begini, Mbak?”
sambil lengan saya dibebat pengukur tensi, saya bertanya.
“Ya, Pak.” sambil menjawab, cekatan
sekali petugas muda berjilbab itu menangani pendonor.
Dalam mobil yang dibentuk sedemikian
rupa itu, dapat sekaligus menangani empat pendonor, yang ditangani
oleh dua petugas. Dengan kabin ber-AC, ada empat kursi panjang yang
dibuat nyaman untuk duduk besandar sambil menyelonjorkan kaki, kami
bisa disedot darahnya sambil santai menonton dua buah televisi LCD
ukuran 19 inchi.
“Melayani sampai jam berapa, Mbak?”
saya lirik darah saya mengalir lancar lewat selang kecil menuju
kantong yang diletakkan di meja kecil di dekat petugas.
“Setiap hari kita bawa seratus
kantong kosong, jadi kalau kantong itu habis jam delapan, ya jam
delapan kami tutup,” terang perempuan yang setiap akan menusukkan
jarum ke lengan pendonor selalu saya dengar membaca basmalah itu.
Lebih jauh, perempuan asli Surabaya
berumur sekitar duapuluh tahunan yang tak sempat saya tanya namanya
itu menerangkan, dalam bulan ramadhan PMI memang harus lebih aktif
'turun' menjemput pendonor. Tidak itu saja, sebagai perangsang agar
orang mau menonorkan darahnya saat bulan puasa, PMI menambah
'sesuatu' sebagai tanda terima kasihnya. Saya lihat, ada banyak
sekali bungkusan lumayan besar disiapkan.
“Sembako, Pak,” katanya ketika saya
tanya apa isinya.
“Nah, untuk sembako itu PMI dapat
dari mana? Maksud saya, apa itu sumbangan dari...”
“Ya, dari donatur. Kali ini kami
dapat dari Rotary Club Surabaya.”
Tak terasa, sambil bicara-bicara
santai, tiba-tiba sudah selesai. Jam 19.05 mulai, tak sampai lima
belas kemudian saya sudah keluar dari mobil dan dikasih sebungkus tas
plastik besar aneka isi.
Keluar dari mobil, saya lihat pendonor
yang antre melebihi saat saya datang tadi. Entahlah, apakah itu
sebagai bentuk kesadaran, bahwa berdonor saat melakukan puasa itu
tidak apa-apa asal dilakukan setelah berbuka, atau mereka datang
karena demi bingkisannya.
Di tempat parkir, saat saya akan
pulang, ada seorang bapak yang datang akan menempati tempat motor
yang akan saya tinggalkan. “Ramai, Pak. Antre panjang,” kata
saya.
“Dapat apa?” lelaki setngah baya
itu malah bertanya sambil menatap bingkisan yang saya bawa.
Karena belum membukanya, saya raba saja
tas palstik itu, “Kaos, sekaleng susu, minyak goreng, gula, beras,
beberapa bungkus mie instan dan....”
“Ndak apa-apa, Pak. Sekali pun antre,
kalau dapat sebanyak itu ndak apa-apa. Daripada donor di Embong Ploso
(kantor PMI) kita ndak dapat apa-apa,” mantap lelaki itu memarkir
motornya untuk kemudian ikutan lebih mengularkan antrean yang memang
sudah panjang.
Begitulah, selain ada kalimat 'mereka
selamat, kita sehat', di pantat mobil minibus Izusu itu juga ada
kata-kata; donor darah itu gaya, donor darah itu cinta, donor darah
itu sehat dan donor darah itu ibadah.
Nah, itu dia; ibadah. Sebuah laku
ikhlas, tanpa pamrih. Sebuah amalan semata karena Tuhan yang
imbalannya seringkali dipahami akan diterima nanti di hari kemudian.
Tetapi, di tengah kehidupan yang segalanya maunya bisa didapat secara
instan, ganjaran ibadah pun diharapkan bisa dterima secara kontan.
*****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar