Rabu, 05 September 2012

Janda Royal, Bingung dan Terancam


SETIAP saya pulang ke desa, emak selalu sibuk menyiapkan menu makan. Saya selalu langsung menyetopnya bila tujuannya memasak berbahan daging ayam. Bukannya saya anti makan daging dan penganut vegetarian. Bukan. Tetapi saya selalu rindu akan masakan emak yang jarang saya temui di kota; eseng-eseng genjer.

Makan berteman eseng-eseng genjer itu, plus sambal terasi bertabur teri, hmm... tak tahan saya untuk tidak bolak-balik nambah nasi lagi.

Lain emak, lain pula masakan mendiang nenek yang sampai sekarang saya kenang. Sayur lumbu. Lumbu itu, Sampeyan tahu, adalah nama daun talas. Bukan sembarang talas, tetapi talas yang bernama bentul. Betul, buahnya yang dijadikan gambar merek rokok Bentoel  itu.

Yang namanya daun talas, kalau dimasak tentulah lunak. Mblekotrok. Dan warnanya hijau pekat. Atau malah cenderung menjurus menghitam. Tidak polos sih, karena sayur 'lumbu' itu ditambah kedelai putih. Jadinya, tampak kontras. Mblekotrok  hitam bertabur kedelai yang mulus kemletus. Entah apa bumbunya, pokoknya rasa sayur daun lumbu ini khas. Dengan tambahan cabe secukupnya, jan maknyus  bagi lidah saya yang sederhana ini.

Kuliner kelas kampung memang aneka rupa. Sekalipun, tentu saja, emak atau nenek saya tidak menghias sedemikian rupa saat menyajikannya. Tidak seperti lazim kita temui pada hidangan di restoran-restoran. Menu-menu itu tampil bersahaja apa adanya. Dan malah kadang namanya terdengar unik dan sekenanya.

Untuk gorengan, misalnya. Ketika tape singkong dibalut tepung dan digoreng, di kampung saya ia bernama 'rondo royal'. Yang kalau diterjemahkan menjadi 'janda royal'. Ada pula yang namanya jibeg. Padahal jibeg itu, kalau dialih-bahasakan menjadi bingung, pusing yang sangat pusing pokoknya. Dan jibeg itu berbahan buah sawo matang yang digoreng. Buah sawo digoreng? Kalau pisang goreng sih sudah umum, lha kalau sawo digoreng?! Ini, konon, asal muasalnya; Karena bingung (jibeg) tidak ada pisang yang layak digoreng, sementara tamu-tamu sudah datang, eh di dapur yang ada cuma sawo. Maka, selain sawo disuguhkan lawaran sebagai buah, selebihnya digoreng saja. Jadilah ia  jibeg.

Kembali ke soal menu makan. Kali ini tampil sebagai sekumpulan bahan mentah yang dirajang. Ada mentimun, kacang panjang, lamtoro, kemangi, kelapa agak muda yang diparut dan aneka sayur lainnya. Bumbunya yang agak pedas, dengan aroma kencur yang harum, ia terasa segar dijadikan lauk makan siang. Dan entah siapa yang memberinya nama sedemikian ngawurnya. Saya tidak tahu di daerah Sampeyan ia bernama apa, tetapi di desa saya ia dinamakan terancam! *****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar