SELAIN talk show dan berita,
dalam menonton televisi saya juga suka acara kuis. Saat remaja dulu,
Gita Remaja yang dibawakan Tantowi Yahya jarang saya lewatkan.
Itu, seingat saya, bukan acara kuis yang pertama saya kenal. Karena,
lamat-lamat saya ingat, sebelumnya ada Bob Tutupoli dengan kuis
Pesona 13 yang pernah saya tonton. Bagian terseru dari kuis
itu adalah, merangkai satu kalimat dengan satu orang peserta sebagai
pemandu tenman yang lain untuk menebak gerakan yang diterjemahkan
sebagai kata. Maka, keramaian pertama yang muncul saat segmen itu
adalah serbuan tanya; kata benda, kata sifat dst, dsb. Yang kemudian
dipakai oleh semua peserta di episode selanjutnya adalah, gerakan
menggoyangkan pinggul sebagai sebutan untuk kata 'yang'.
Berikutnya, masih ingat betul saya akan
gaya Koes Hendratmo ketika mengucap kalimat 'Berpacu Dalam Melodi'
sebelum Ireng Maulana All Stars memainkan instrumentalia lagu
tertentu. Pula, gaya bung Kepra (sebuah nama yang asik, bukan?)
ketika membawakan kuis Aksara Bermakna, atau Rano Karno dalam
Lacak Dunia, Aom Kusman dalam Siapa Dia, Olan Sitompul
di kuis Serba Prima. Lalu, ketika tayangan kuis itu habis,
dalam deretan kerabat kerja yang terpampang dilayar kaca selalu ada
nama Ani Sumadi, juga Reinhard Tawas sampai Helmy Yahya.
Nama terakhir itu yang ingin saya
tulis. Ya, Helmy Yahya. Raja kuis (juga reality show) yang dengan
piawai menyalip sang ratu yang juga gurunya; Ani Sumadi.
Helmy Yahya lahir di Palembang pada 6
Maret 1963. Ayahnya adalah seorang kiai, yang juga mantan penyanyi di
sebuah orkes gambus dan lalu menghidupi anak-anaknya dengan menjadi
pedagang kaki lima.
Helmy Yahya memang cerdas. Ini
terbukti selain sebelumnya menjadi pelajar teladan tingkat Sumatera
Selatan, lalu juga menjadi pelajar teladan tingkat SLTA se-Indonesia
pada 1980. Ketika itu cita-cita yang ingin ia raih adalah menjadi
dokter. Tetapi, “Ah, kehidupan saya yang memprihatinkan di masa
kecil dan terkadang tidak dipandang sebelah mata dan malah sering
diremehkan membuat saya berkeinginan mencari pekerjaan yang membut
saya dianggap oleh masyarakat sekitar. Lagi-lagi, karena keadaan
ekonomi keluarga saya yang membuat saya harus mengubur cita-cita saya
menjadi dokter. Saya tahu betul betapa mahalnya biaya untuk menjadi
dokter, dan harus lulus. Tak ada cerita mahasiswa drop out
dari fakultas kedokteran bisa praktik sebagai dokter,” begitu
tulis Helmy Yahya dalam pengantar buku Siapa Berani Jadi
Entrepreneur yang ditulisnya bareng Baban Sarbana.
Selulus SMA, adik kandung Tantowi Yahya
ini diterima pada program Perintis II (sebuah model penerimaan
Mahasiswa Baru terhadap lulusan terbaik SMA se-Indonesia) di IPB
Bogor. Sekalipun dengan biaya kuliah yang disubsidi,
karena terasa masih memberatkan, ia hanya betah dua bulan belajar Matematika dan Kimia disitu. Lepas dari IPB, Helmy yang juga pernah menjuarai lomba baca puisi antar mahasiswa se-Indonesia 1981 diterima di Sekolah Tinggi Akuntasi Negata (STAN). Disini kuliah gratis, tetapi terkenal berat pendidikanya. Namun memasuki tingkat dua, mahasiswa langsung diangkat sebagai PNS.
karena terasa masih memberatkan, ia hanya betah dua bulan belajar Matematika dan Kimia disitu. Lepas dari IPB, Helmy yang juga pernah menjuarai lomba baca puisi antar mahasiswa se-Indonesia 1981 diterima di Sekolah Tinggi Akuntasi Negata (STAN). Disini kuliah gratis, tetapi terkenal berat pendidikanya. Namun memasuki tingkat dua, mahasiswa langsung diangkat sebagai PNS.
“Kesekolah inilah saya menggantungkan
harapan. Harapan untuk hidup lebih baik, dan harapan untuk segera
lepas dari tanggungan ayah saya yang mulai sakit-sakitan,” kenang
Helmy. “Sementara saat itu, kakak saya (Tantowi Yahya), pun sudah
bekerja dibagian front office di hotel Borobudur Jakarta.”
Setelah menyelesaikan program beasiswa
dari World Bank di University of Miami, yang membuatnya memperoleh
gelar Master of Professional Accounting (MPA), ia mengabdikan
diri sebagai dosen di almamaternya, STAN. Itupun masih 'nyambi' untuk
mencari penghasilan tambahan dibeberapa perguruan tinggi di Jakrata
seperti YAI dan Perbanas.
Belum cukup sampai disitu.
Helmy yang memang punya bakat seni yang
bagus, diterima pula bekerja di Ireng Maulana Production. Dari
sinilah awal mula ia kenal dengan ratu kuis Indonesia; Ani Sumadi.
Melihat kemampuan Helmy yang luar
biasa, bu Ani 'merebut' dari tangan Ireng Maulana. Suatu tindakan
yang membuat hubungannya dengan Ireng Maulana sempat terganggu.
Di Ani Sumadi Production ini, tugas
pertama yang harus ia lakukan adalah termasuk hierarki terendah dalam
struktur produksi kuis; menjadi pembuat soal. Pertama untuk Gita
Remaja, dan kemudian untuk Berpacu Dalam Melodi.
“Berikutnya, karena kegairahan atau
passionate yang luar biasa dalam bekerja membuat saya sangat
cepat menyerap apa saja keinginan Bu Ani. Beliau adalah seorang
prefeksionis, yang sangat sulit menerima ide orang lain. Dan
bertahun-tahun saya belajar untuk memenuhi selera dan keinginannya
sehingga saya menjadi orang yang sangat diandalkanya,” kata peraih
Panasonic Award beberapa kali untuk kategori Presenter Kuis Pria
Tervaforit ini.
Bekerja di Ani Sumadi Production ini
Helmy Yahya mendapat segalanya. Kekayaan, juga popularitas. Dengan
kedudukan sebagai orang kedua di perusahaan, ia berada dalam kondisi
confort zone. Dan dalam titik tertentu ia sadar, dalam
kondisi begitu teramat sulit untuk berkembang. Karena sekali pun
sebagian besar ide pembuatan kuis berasal darinya, tetapi yang
mendapat keuntungan lebih banyak tetap saja Bu Ani.
Padahal sebagai orang kedua di
perusahaan, targetnya adalah harus bisa menjadi orang pertama. Namun
dirasanya itu tidak mungkin. Padahal dilihatnya, kehadiran banyak
televisi swasta kala itu, sudah tidak bisa lagi diikuti oleh gurunya
yang sudah sangat terlambat meng-update diri.
Sepuluh tahun bekerja kepada Bu Ani,
Helmy masih saja merasa takut tak makan bila keluar dari pekerjaan
itu. Padahal diluar, peluang untuk membuat acara kuis terbuka lebar.
Banyak sekali contoh korban PHK yang
justru menemukan jalan untuk sukses. Ha, Helmy Yahya dipecat?! Iya.
Dan beginilah ceritanya;
Saat itu ia sedang jenuh-jenuhnya
bekerja di Ani Sumadi Production. Sekitar akhir tahun 1999. Seorang
kenalan menawarinya untuk membuat sebuah even bola basket dengan
menggunakan sistem premium call. Tawaran bagi hasil itu begitu
menggiurkan.Sehingga ia menyanggupi untuk merancang Perang
Bintang Kobatama. Tiga bulan ia mempersiapkan even bola basket
terbesar se Indonesia kala itu. Mulai mencari sponsor, merancang
acara, sampai meng-organize-nya.
Hasilnya luar biasa!
Ratusan selebriti hadir. Penontonnya juga ribuan. Luar biasanya
lagi, ia rugi. Karena banyak sekali penonton yang masuk memanfaatkan
pintu yang jebol. Bonus tambahannya lagi, ketika ketahuan sedang
mempersiapkan itu, Helmy mendapat surat beranplop biru berisi
kata-kata yang ditulis tangan dengan huruf latin yang khas coretan Bu
Ani. “Dan, isinya seperti saya duga. Beliau mempersilakan saya
keluar karena beliau sadar perusahaannya mungkin sudah tidak cocok
lagi mengakomodasi ide-ide saya yang liar.” kata Helmy.
Setelah menerima surat pemecatan itu,
cukup lama ia tercenung. Batinnya bergumam,” Ya Allah, hari ini
saya menjadi pengangguran...”
Tetapi nasib berkata lain. Hanya
berselang tak lama dari pemecatan itu, datang tawaran untuk
memanageri Joshua, penyanyi yang sedang mengobok-obok blantika musik
anak-anak kala itu. Kalau sampeyan ingat, Tukul Arwana juga
ambil peran di video klip lagu Diobok-obok itu.
Kemudian, lewat tangan hebatnya, Helmy
Yahya merancang kuis Joshua. Hasilnya luar biasa. Rating bagus dan
iklan penuh. Terbukti sudah, kemampuannya untuk membuat acara kuis
diluar bayang-bayang Bu Ani Sumadi terkuak sudah. Tak terhitung sudah
acara televisi yang ia garap menjadi program monumental
dipertelevisian Indonesia. Tidak hanya kuis, tetapi juga aneka
reality show. Jadilah ia, karenanya, sebagai seorang entrepreneur.
Dan merujuk pada buku Entrepreneur: Be Your Best...and Beyond
karya Alex McMillan, Helmy Yahya ini termasuk dalam kategori
creative entrepreneur.
Dan menurut Helmy, semua orang bisa
menjadi entrepreneur; asal punya spirit. Spirit untuk mengubah nasib
yang bisa terjadi karena kepepet karena dipecat, misalnya. Atau
karena kesadaran. Dengan spirit plus persiapan yang matang dipadu
dengan perencanaan yang baik, siapa pun sudah memiliki modal yang
kuat untuk menjadi entrepreneur.*****
(sumber: Buku 'Siapa Berani Jadi
Entrepreneur', Helmy Yahya - Baban Sarbana, Elex Media Komputindo).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar