EMPAT puluh lima ment babak
pertama mendominasi permainan sampai setengah lapangan, masih saja
itu gagal membuat hati saya lapang. Rupanya saya kadung tidak pede
akan sesuatu bernama kemenangan. Walau tentu soal kalah itu, yang
bukan barang asing bagi sebuah timnas olahraga bernama sepak bola di
negeri ini, adalah hal sudah sangat biasa. Tetapi kebiasaan itu,
menjadi tidak biasa ketika tempo hari timnas senior dicukur gundul 10
gol tanpa balas saat versus Bahrain.. Belum cukup dipermalukan sampai
disitu, dengan skor yang naudzubilah itu, masih saja FIFA
tega mencurigainya sebagai main mata agar Bahrain lolos kebabak
berikutnya. Kecurigaan yang masuk akal. Karena supaya bisa lolos,
Bahrain harus menang dengan selisih sembilan gol. Dan, Indonesia
dengan 'baik hati' memberi kemenangan 10 gol!
Sudahlah. Itu timnas senior. Sekarang
saya sedang menonton yang junior dibawah coach Widodo C.
Putro. Teriakan suporter yang sambil menyanyikan Garuda Di Dadaku,
saya bayangkan, suara segemuruh itu tentu sebagai indikasi banyak
sekali TKI di Brunai. Dengan bentangan kain merah-putih sedemikian
panjang dipinggir lapangan, tentulah para pahlawan devisa itu ingin
melihat sang kapten Andik Vermasyah mampu memimpin kawan-kawannya
meraih kemenangan. Para supporter itu tentu tak ingin Timnas kesayangan selalu bernasib malang.
Tetapi, tidak seperti dulu ketika
melihat timnas bertanding dan ditayang secara live oleh TVRI, satu-satunya stasiun televisi kala itu. Saat menonton adalah sekaligus saat yang mendebarkan.
Melihat Hermansyah (kiper yang selalu pakai celana panjang itu) dibombardir penyerang tim lawan saya ikut
jantungan. Kini debar itu hilang entah kemana. Atau sebuah catatan
kekalahan yang akrab menimpa timnas kita adalah biang keladinya.
Entahlah.
Di turnamen Hasanal Bolkiah Trophy,
tadi malam (9 Maret 2012), Timnas U-21 main di babak final bertemu
tuan rumah. Seperti saya tulis diawal, dengan main bagus dibabak
pertama, belum tentu berbuah bagus dibabak kedua. Benar saja, masuk
dimenit 48, gawang Aji Saka mampu dibobol Aminuddin Zakwan bin Tahir.
Dan setelah Adi Said menggandakan keunggulan di menit 75, saya dengan
sadar dan tanpa paksaan dari pihak manapun langsung mematikan
televisi.
Bola memang bulat. Dan kenyataan bahwa
dibidang sepak bola kita kalah oleh negara yang sekecil Brunei
adalah sebuah kenyataan yang harus juga ditelan bulat-bulat. Bukan
perkara 'apa sih susahnya mencari minimal sebelas pemain hebat dari
sekian ratus juta penduduk negeri ini'. Bukan. Karena memang telah
terbukti, apapun alasannya, belum ada yang mampu melakukannya. Itu
pertama. Kedua, sepak bola bukan soal sebelas dari sekian banyak
penduduk pastilah ada yang hebat. Tengoklah, negara dengan penduduk
sebanyak China atau India, kok saya belum pernah mendengar
prestasinya semoncer ekonominya. Yang saya tahu, Didier Drogba, Yaya Toure dan
beberapa pemain yang merumput di klub-klub Eropa berasal dari Pantai
Gading. Dan Pantai Gading itu bukan negara besar. Pada titik ini
mungkin saja sepak bola memang bukan maqom kita. Siapa
tahu.*****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar