Sabtu, 10 Maret 2012

Timnasku Sayang, Timnasku Malang

EMPAT puluh lima ment babak pertama mendominasi permainan sampai setengah lapangan, masih saja itu gagal membuat hati saya lapang. Rupanya saya kadung tidak pede akan sesuatu bernama kemenangan. Walau tentu soal kalah itu, yang bukan barang asing bagi sebuah timnas olahraga bernama sepak bola di negeri ini, adalah hal sudah sangat biasa. Tetapi kebiasaan itu, menjadi tidak biasa ketika tempo hari timnas senior dicukur gundul 10 gol tanpa balas saat versus Bahrain.. Belum cukup dipermalukan sampai disitu, dengan skor yang naudzubilah itu, masih saja FIFA tega mencurigainya sebagai main mata agar Bahrain lolos kebabak berikutnya. Kecurigaan yang masuk akal. Karena supaya bisa lolos, Bahrain harus menang dengan selisih sembilan gol. Dan, Indonesia dengan 'baik hati' memberi kemenangan 10 gol!

Sudahlah. Itu timnas senior. Sekarang saya sedang menonton yang junior dibawah coach Widodo C. Putro. Teriakan suporter yang sambil menyanyikan Garuda Di Dadaku, saya bayangkan, suara segemuruh itu tentu sebagai indikasi banyak sekali TKI di Brunai. Dengan bentangan kain merah-putih sedemikian panjang dipinggir lapangan, tentulah para pahlawan devisa itu ingin melihat sang kapten Andik Vermasyah mampu memimpin kawan-kawannya meraih kemenangan. Para supporter itu tentu tak ingin Timnas kesayangan selalu bernasib malang.

Tetapi, tidak seperti dulu ketika melihat timnas bertanding dan ditayang secara live oleh TVRI, satu-satunya stasiun televisi kala itu. Saat menonton adalah sekaligus saat yang mendebarkan. Melihat Hermansyah (kiper yang selalu pakai celana panjang itu) dibombardir penyerang tim lawan saya ikut jantungan. Kini debar itu hilang entah kemana. Atau sebuah catatan kekalahan yang akrab menimpa timnas kita adalah biang keladinya. Entahlah.

Di turnamen Hasanal Bolkiah Trophy, tadi malam (9 Maret 2012), Timnas U-21 main di babak final bertemu tuan rumah. Seperti saya tulis diawal, dengan main bagus dibabak pertama, belum tentu berbuah bagus dibabak kedua. Benar saja, masuk dimenit 48, gawang Aji Saka mampu dibobol Aminuddin Zakwan bin Tahir. Dan setelah Adi Said menggandakan keunggulan di menit 75, saya dengan sadar dan tanpa paksaan dari pihak manapun langsung mematikan televisi.

Bola memang bulat. Dan kenyataan bahwa dibidang sepak bola kita kalah oleh negara yang sekecil Brunei adalah sebuah kenyataan yang harus juga ditelan bulat-bulat. Bukan perkara 'apa sih susahnya mencari minimal sebelas pemain hebat dari sekian ratus juta penduduk negeri ini'. Bukan. Karena memang telah terbukti, apapun alasannya, belum ada yang mampu melakukannya. Itu pertama. Kedua, sepak bola bukan soal sebelas dari sekian banyak penduduk pastilah ada yang hebat. Tengoklah, negara dengan penduduk sebanyak China atau India, kok saya belum pernah mendengar prestasinya semoncer ekonominya. Yang saya tahu, Didier Drogba, Yaya Toure dan beberapa pemain yang merumput di klub-klub Eropa berasal dari Pantai Gading. Dan Pantai Gading itu bukan negara besar. Pada titik ini mungkin saja sepak bola memang bukan maqom kita. Siapa tahu.*****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar