ANAK bungsu saya, usianya hari ini sudah tiga tahun kurang enam hari, kemarin agak kurang sehat badannya. Segeralah istri saya melihat kartu berobatnya. Tertera di situ, terakhir kali si kecil dibawa ke dokter pada tanggal cantik; 12-11-12. Oh, itu sudah lebih tiga bulan yang lalu.
Rentang waktu yang lumayan lama untuk sebuah kunjungan rutin ke dokter. Karena, biasanya, usia batita begitu, bisa sebulan sekali berobat ke dokter. Ada saja penyakit yang menyambanginya. Pileklah, batuklah, 'kringet buntet'-lah dsb. Nah, pada tanggal 12-11-12 itu, menurut catatan yang tertera di selembar kertas kuning ini, si kecil saya terserang penyakit gatal-gatal.
Dan, tadi malam itu, saya bawa lagi anak saya ke dokter langganan yang biasanya anak saya cocok berobat di situ. Saking cocoknya, sering kali anak saya sudah tampak sehat sebelum diperiksa dokter. Baru nyampai depan ruang praktik dokter saja ia sudah sehat wal afiat lagi.
Tarifnya sih, karena itu balai pengobatan milik yayasan, hanya paling mahal 20 ribu. Itu sudah lengkap dengan obatnya. Namun tadi malam, untuk mengobati adem-panas plus batuk-pilek anak saya, kami hanya dikenakan biaya 15 ribu rupiah saja.
"Kalau tiga hari panasnya tidak turun, datang lagi ke sini untuk periksa darah," bu dokter berambut pendek yang berkacamata itu berkata tanpa berhias senyum di bibirnya.
Saya mafhum. Bertugas menangani pasien begitu banyaknya, mungkin ia bertugas sedari pagi, membuat stok senyumnya habis saat sudah malam begini. Tentang saya harus datang lagi tiga hari lagi kalau panas anak saya tidak turun, ah, saya santai saja. Tidak perlu menunggu tiga hari, lha wong sekarang saja panasnya sudah turun kok.
Belum minum obat kok sudah tidak panas?
Lihat anak saya. Setelah diperiksa, sambil menunggu pembagian obat, ia sudah tampak berlari kesana- kemari di ruang tunggu sambil membawa boneka Ultraman yang baru dibelikan ibunya di depan balai pengobatan ini.
Begitulah selalu. Setiap berobat ke sini, selalu ia minta beli mainan ke stan yang terdapat di depan balai pengobatan. Harganya? Jangan tanya. Membeli mainan sambil mengajak si kecil yang sudah ngebet ingin memilikinya, adalah sebuah kesempatan bagi si penjual. Pilihannya hanya dua, dibelikan tetapi harganya tidak wajar, tidak dibelikan si kecil akan menangis sekeras-kerasnya.
Istri saya memilih pilihan pertama. Saya paham akan maknanya. Karena, seringkali saya alami, mainan itu adalah juga obat bagi si kecil atas sakitnya. Tak apalah, sekalipun itu lebih mahal dibanding harga obat yang sebenarnya.*****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar