Kamis, 08 Maret 2012

Bekerja Sambil Kerja Sambilan

UNTUK menambah penghasilan, banyak sekali orang yang melakukan pekerjaan sambilan diluar kerja utama. Bentuknya aneka macam. Dari yang dirumah menerima service televisi sampai menjadi agen asuransi. Dari yang menerima jasa pembasmian rayap sampai sebagai tukang cat atau tukang pijat urat.

Tidak seperti bidang lain, teman saya yang satu ini (sebut saja namanya Robby) rupanya passion-nya lebih ke berdagang. Kalau malam ia tampil sebagai PKL. Dagangannya mulai dari tas, sandal sampai sepatu. Dari tas pinggang sampai tas punggung. Barang dagangan itu ia kulak dari orang lain dengan laba sekian rupiah setiap item yang laku. Hasilnya?

“Lumayan, buat tambah uang belanja,” katanya.

Sebagai barang kelas kaki lima, harganya pun tentu bersahabat. Dari tas kecil yang senilai limabelas ribu sampai termahal seharga tiga puluh ribu. Untuk sepatu dan sandal pun masih semurah itu.

Pak Paiman, teman saya yang lain, secara naluri juga memiliki jiwa dagang yang sama. Pernah saya lihat ia membawa meja belajar bentuk lipat untuk anak-anak yang ia ambil dari seorang pengrajin di dekat tempat kostnya, untuk dijual dikampungnya di Prigen sana. Ia melakukan itu setiap mudik mingguannya. Jawaban ketika saya tanya berapa keuntungannya pun, nyaris persis jawaban Robby. “Lumayanlah, untuk ganti beli bensin,” ujarnya.

Naluri bisnis memang tiada batas. Seperti barang dagangan yang tiada batas. Apapun, dijaman sekarang, bisa dijadikan uang. Tergantung seberapa jeli mengintip peluang. Lihatlah, disebuah sekolah dasar, diluar pagar ada seorang menjual semacam biji buah yang keras. Dan ternyata, barang sepele itu laku keras. Beberapa anak SD tetangga saya sepulang sekolah asyik memainkan biji keras itu. Diadu, siapa yang pecah duluan, dialah yang kalah.

“Main apa itu?” tanya saya.

“Main si Bolang,” jawab anak-anak itu sambil terus asyik dolanan. Rupanya mereka melakukan permainan itu karena meniru salah satu episode yang pernah mereka lihat pada program Si Bolang  yang ditayangkan Trans7

Begitulah anak-anak. Apapun, kalau mengasyikkan, bisa dijadikan mainan. Bagi pedagang, itu adalah peluang. Robby pun menangkapnya dengan jeli. Ia tidak jualan biji keras itu. Ya, ia lebih kreatif. Bikin topeng ala Zoro. Membuat sendiri dari bahan sejenis lembaran karet hitam tipis. Dengan sentuhan garis-garis dibagian pinggir sebagai pemanis. Entah ia dapat ide darimana. Dan untuk menjualnya ia berpartner dengan Pak Paiman. Dan hari itu 80 buah topeng telah berpindah tangan ke Pak Paiman untuk diedarkan di Prigen. Harganya dari Robby 500 rupiah perbuah, dan terserah Pak Paiman untuk dijual berapa di Prigen.

“Bagaimana, laku topengnya?” tanya saya pagi tadi. Saya baru bertemu tadi karena tiga hari kemarin ia libur.

“Laris, tapi baru laku 21 buah sudah dilarang jualan,” kata Pak Paiman yang nekat menjual per buah seribu rupiah.

“Lho, kenapa?”

“Istriku kan menjualnya di halaman sekolah TK,” Pak Paiman bercerita. “ dan anak-anak TK itu tetap mengenakan topeng ketika masuk kelas. Duduk manis sebagai sekelompok Zoro kecil. Dan tak mau melepas sekalipun dilarang gurunya...”

"Harusnya, gurunya suruh pakai topeng Zoro sekalian dong...," seloroh saya. ******

2 komentar:

  1. nah, gini emang kalau gak nonton tivi. saya gak gitu nyambung sama si bolang lantas

    BalasHapus
    Balasan
    1. Selain Laptop si Unyil, si Bolang adalah program anak-anak yang ditayang Trans|7. Dan sesekali saya ikut nonton bareng anak saya. Berisi kisah hidup keseharian si Bolang (Bocah Petualang)dari berbagai pelosok Indonesia.
      Bagaimana, sudah tersambung lantas?

      Hapus