Jumat, 10 April 2015

D o n a s i

SEBUAH minimarket yang sekarang memiliki jaringat luas, membuat satu ketentuan 'kalau pelayan lupa memberi salam saat pelanggan masuk, si pelanggan berhak atas sekaleng soft drink, gratis'. Itu saya dapati beberapa tahun yang lalu, saat awal-awal minimarket itu membuka gerai tidak jauh dari rumah saya. Apakah hal tersebut, (kala itu) juga dilakukan di tempat lain saat pembukaan gerai anyar? Saya tidak tahu.

Kini, yang saya tahu, ia tumbuh laksana biskuit di masa Lebaran; banyak sekali, di seantero negeri. Yang mendominasi ya cuma mereka berdua, yang secara warna tidak jauh berbeda. Apalagi secara tempat. Ibarat judul lagi jadul; Dimana Ada Kamu Disitu Ada Aku. Bahkan, untuk menggambarkan pertarungan dengan kompetitornya, mereka melakukan head to head secara nyata. Berhadapan hanya berbatas jalan, atau berdampingan berbatas tembok belaka. Anda lebih sering berbelanja ke yang itu atau ke yang sana?

Dibanding di toko biasa, harga barang disitu lebih mahal,” kata istri saya yang –seperti istri siapa pun-- sungguh sangat mempertimbangkan harga.

Tetapi dengan kehadirannya nyaris di depan hidung siapapun, ia menjadi 'pembunuh bertangan dingin' toko kelontong tradisional. Ya, harga memang agak lebih mahal, tetapi dengan tata letak barang yang rapi, dengan pembeli bisa sesuka hati memilih sendiri, bisa bayar aneka tagihan bulanan sampai tiket kereta api, berpendingin udara, ada ATM, buka 24 jam, oh lengkap sudah kekalahan si toko kelontong.

Walau sudah begitu, sungguh saya tidak habis pikir saat si kasir dengan enteng bertanya kepada pembeli saat uang kembalian ada pecahan recehnya, “Yang empat ratus boleh didonasikan?”

Dengan pembeli lain sudah antre di belakang kita, kalau hendak bilang 'tidak' saat ditodong begitu, sungguh sebuah dilema; tidak mendonasikan dikira pelit, mendonasikan tidak tahu itu untuk apa dan siapa. Iya sih, cuma setarus atau empat ratus rupiah. Namun kalau dikalikan jumlah orang yang 'terpaksa' menyumbang, lalu dikalikan lagi jumlah jaringan minimarket itu di seluruh Indonesia, ho ho ho... sungguh sangat besar sekali nilainya.

Iya juga sih, dalam menyumbang sungguh tidak baik sampai menelusuri sumbangan itu akan digunakan untuk apa oleh siapa. Yang penting ikhlas. Urusan tanggung jawab, bisa diserahkan kepada Yang Maha Kuasa. Masalahnya, sekarang ini, tidak sedikit orang yang sudah kehilangan rasa takut, bahkan juga kepada Tuhan.

Bagaimana, “Yang tiga ratus boleh dinonasikan?” *****



Tidak ada komentar:

Posting Komentar