SERAMPUNG berlebaran,lengkap dengan dua etape mudik,badan terasa pegel.Itu saya.Apalagi si kecil.
Ya,sepulang dari etape terakhir,balik dari Jember,si Faiz langsung 'kangen' dokter.Ada sepasang yang menyerang;batuk sekaligus pilek.Sungguh dua sejoli yang seiya sekata.Maka,sehabis maghrib,tiga jam setibanya kami di rumah,saya bawa ia ke jalan Manyar Kartika.Lokasi balai pengobatan yang dokter anaknya cocok untuk anak saya.Sekalipun bukan dokter pribadi,ia merupakan dokter langganan.Ya,mumpung belum terlalu parah.
Saya curigai batuk-pileknya si Faiz karena selama di mbah Kakungnya,ia selalu minum air dingin plus ngemil (tepatnya ngemut,karena giginya belum rangah untuk mengunyah) aneka jajan gorengan.Dan,beginilah akibatnya.
Baru lebaran hari ketiga,balai pengobatan Gotong Royong itu sudah seperti biasa.Ramai.Sebagian besar pasien yang datang adalah anak-anak.Walau ia juga menerima pasien dewasa.
Setelah diperiksa dokter,setelah membayar obat,saya masih harus menunggu penyerahan obat.Ini memakan waktu agak lama.Sudah biasa.Memang yang dilayani juga banyak.Sementara si Faiz memaksa melorot dari gendongan ibunya,dan minta jalan-jalan diluar,saya yang lalu kebagian di ruang tunggu.
Jam dinding yang terletak diseberang dinding lain yang tergantung salib disitu,sudah menunjuk angka delapan.Diruang tunggu itu,saya berantri-ria dengan banyak orang.Salah satunya lelaki berkacamata seusia saya,kira-kira.Yang tampil mbois.Duduk di bangku sebelah saya.Berjaket jeans,juga bercelana jeans.Dengan dua anting di dua kupingnya.
Dompet yang terselip disaku celana belakang sepertinya masih belum jinak.Makanya perlu dirantai.Tampilan wajahnya sungguh mencerminkan ia lelaki yang smart.Ia begitu PD.Sambil duduk, kakinya selalu bergetar.Mula-mula saya kira ia sedang mendengar musik lewat earphone.Ternyata tidak.Getaran kaki itu,bisa jadi,memang sudah sebagai kebiasaan.
Dari speaker yang menempel didinding,nama seorang anak disebut.Lelaki itu bangkit dari duduknya.Oh,nama yang barusan dipanggil itu rupanya nama anaknya.Ia berjalan menuju loket penyerahan obat.Dan,ya Tuhan,ternyata ia cacat.Ia ada masalah dengan dua kakinya.
Saya hanya sebatas itu memerhatikan.Karena detik berikutnya saya lebih melihat ke dalam diri sendiri.Lelaki itu,yang cacat itu,sedemikian PD-nya walau secara fisik tidak sempurna,Kok saya –sesekali-- masih sempat minder,walau dikarunia tubuh yang lebih baik dari dia.
Salam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar