Minggu, 04 September 2011

Tour d'Mudik (bagian 2)

Etape kedua: Surabaya-Jember (P kedua)


EMPAT hari waktu libur dengan perjalanan panjang,tentu recovery si kecil harus mendapat perhatian ekstra.Tetapi,alhamdulillah si Furqon (1,5) kerasan-kerasan saja di mbah Kakungnya.Sekalipun disini dingin.Tetapi ia baik-baik saja.
Setelah dua hari beranjang sana-beranjang sini,tibalah lagi kami harus balik lagi ke Surabaya.Dan seperti biasa,kami selalu rahasiakan arus balik ini.Karena si sulung Fauqo (12) selalu tak mau sarapan kalau tahu akan naik bis.Entahlah.Ia selalu sulit makan kalau akan bepergian.Padahal kalau begitu,dijalan ia akan lunglai tiada daya.Ia pemabuk yang hebat.
Selama dua hari itu,saya temui anak-anak yang dulu ketika saya di kampung masih kecil-kecil,sekarang sudah pada bening.Yang cowok juga sudah ganteng-ganteng.Tentu hal begitu membuat saya sering 'pangling' dengan seseorang yang selalu menyapa saya dengat sebutan paklik,pakde atau bahkan ada yang mbah.(?!)
Oh,sudah tua rupanya saya.Makanya belakangan ini saya menjadi pelupa.

Sebelum saya balik ke Surabaya,jam dua malam istri saya ngedumel tentang lupa saya ini.”Air di termos dingin tuh.Pasti sampeyan lupa nutup ya?Kan sampeyan yang terakhir bikin susu untuk si Furqon.”
Dengan malas saya bangun untuk menjerang air.Sekalian memanggang telapak tangan yang terasa mati rasa karena digigit hawa dingin.Hawa yang sedekian dingin inilah penyebab air setermos menjadi cepat dingin akibat saya lupa menutupnya.
Jam sembilan pagi kami ke jalan raya yang hanya tak lebih dari 70 meter dari rumah.Di seberang gang Walet kami menunggu bis.Dalam hati saya selalu berdoa,semoga ketemu bis yang nggenah.Bukan apa-apa.Saya terlanjur tidak percaya dengan setiap kata kondektur bis trayek Jember-Lumajang yang selalu saja bilang,”Surabaya langsung,”padahal selalu dioper di sekian ratus meter menjelang terminal Menak Koncar Lumajang.
Juga saya temui pemandangan baru;bis-bis mini serupa bis trayek Surabaya-Krian lewat jalan ini.Sungguh ia ancaman serius untuk 'taksi' (kelas Colt-T120),karena si bis mini ini juga menelan penumpang berjarak pendek.Misal,Kasiyan-Kencong atau sekedar Gumukmas.
Tak berapa lama menunggu,muncul dari timur sebuah bis bercat putih tulang.Tampilan luarnya lumayan.Pada tubuhnya tertera nama Sumber Agung.Oh,sungguh nama baru bagi telinga saya.Karena biasaya trayek ini dikuasai Akas,Kenongo,Yuangga, atau Mila.
“Wonorejo,”jawab saya ketika sang kondektur bertanya.Ini sebagai antisipasi.
“Ini langsung Surabaya,pak.”
Itu dia kata-kata yang tak saya percaya.”Saya bawa anak kecil.Gampang,nanti kalau anak saya tak mabuk saya akan nambah ongkos saja,”ujar saya.
Ternyata si Sumber Agung ini banter juga.Tidak ngremet seperti bis lain pada umumnya.Sempat berhenti ngetem di Kencong memang.Tapi hanya sebentar.Selanjutnya wuzzz langsung.Kecurigaan saya tak terbukti.Maka,sesuai rencana,saya nambah ongkos untuk turun di Bayuangga-Probolinggo.
Transit di Probolinggo.Seuai makan siang di depot Bayuangga,istri saya akan membuatkan susu untuk si kecil.Disinilah timbul masalah.”Susunya mana?”tanya istri saya.
“Lho,tadi bukan sampeyan to yang ngringkesi?”saya balik nanya.
Ini dia.Setelah saya membuat dua botol susu untuk bekal perjalanan tadi pagi,saya ingat;saya sudah tutup termosnya.Tetapi susu bubuknya?Itu yang saya lupa.Kebawa apa nggak?
Setengah panik,karena si kecil sudah minta mimik,saya cari bungkusan di tas tak ketemu.Maka,mau tak mau saya harus beli.Tetapi kios seterminal tak ada yang jual.Beginilah repotnya kalau bayi di kasih susu formula.Tentu si susu tak akan tertinggal kalau ia minum ASI. (Iya,ASI.Karena kalau si anak memanggil Umi untuk ibunya,bila disingkat bukan lagi ASI,tetapi ASU. Maaf,hanya meminjam istilahnya Sudjiwo Tedjo)
Saya harus keluar terminal.Tengah hari,panas-panas begini,dari toko ke toko saya mencari.Belum juga ketemu.”Itu disana,pak.Di dekat Puskesmas ada Indomaret,”kata perempuan penjaga sebuah toko.
Saya kira ia dekat saja.Makanya saya jalan kaki.Eh,ternyata lumayan jauh.Tetapi alhamdulillah. Akhirnya sebungkus susu kemasan terkecil saya dapatkan disitu.Walau untuk balik ke terminal saya tak mau lagi jalan kaki.Harus naik angkot.
Dari terminal Bayuangga, ke Surabaya saya naik Restu seperti berangkatnya tempo hari.Dan lancar.Bayangan terjebak kepadatan di depan rumah makan Rawon Nguling tak terjadi.Raya Porong juga sedang bersahabat.Lancar jaya.
Pendek kata,jam empat sore saya tiba di Surabaya.
Dan ketika istri saya membongkar barang bawaan dan juga baju-baju kotor,”Dasar pelupa.Ini susunya ternyata kebawa,”katanya sambil menunjukkan bungkusan yang diambil dari salah satu tas bawaan.
Duh,tiwas....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar