HARI lepas Isya' ketika saya dan
istri sampai di jalan sepi yang diapit area pertambakan itu. Sepi.
Hanya ada satu dua kendaran yang lewat. Lepas dari pasar Blawi sampai
pertigaan Sambo Pinggir di kecamatan Karangbinangun, Lamongan, memang
hanya tambak. Sejauh mata memandang yang terhampar hanyalah tambak berhektar-hektar.. Ada sih beberapa warung, tetapi
bukanya hanya siang hari.
Tepat di area sepi itu, sesuatu terjadi
pada ban motor saya. Bocor. Ini dia. Mau balik kanan grak ke
Blawi untuk nyari tukang tambal ban, sudah jauh, Untuk keperluan yang
sama ke Sambo Pinggir didepan sana, juga tak kalah jauhnya.
Sebenarnya, kalau siang, saya ingat betul, ada tukang tambal ban
disekitar sini. Tetapi, malam-malam begini bengkel itu sudah tutup.
“Bocor, pak?” seseorang yang sedang
menunggui diesel penyedot air di sebuah tambak bertanya.
“Iya, pak,” jawab saya.
“Didepan situ ada bengkel, pak.”
kata lelaki itu menunjuk sebuah bengkel yang tutup.
Saya jengkel. Karena, apa gunanya
menunjuk sebuah bengkel yang sudah tutup.
“Sholeh tadi saya lihat ada, kok.”
lelaki itu kembali berkata.
“Sholeh siapa, pak?”
“Sholeh itu yang mbengkel
disitu. Tapi katanya malam ini ia mau nonton dangdutan di kampung
sebelah. Coba saja, mungkin ia masih mau nambal”
Saya melihat, ada beberapa pemuda
dengan motornya didepan bengkel. Setelah mengucap terima kasih ke
bapak petambak itu, saya tuntun motor saya mendekati bengkel. Dari
dekat, saya lihat beberapa pemuda itu sudah macak mbois.
Berdandan keren siap untuk mejeng di pentas dangdutan.
Dalam keadaan begitu, saya ragu. Maukah
pemuda itu menambal ban motor saya yang bocor. Ternyata,
“Silakan, pak. Agak dikesinikan saja
motornya,” kata pemuda yang saya yakin bernama Sholeh.
Ia lalu membuka pintu bengkelnya.
Mengeluarkan peralatannya. Dan, tetap dengan pakaian yang bagus itu,
ia cekatan menangani ban saya.
Beberapa menit berselang, selesailah penambalan ban motor saya.
Beberapa menit berselang, selesailah penambalan ban motor saya.
“3000,” jawabnya ketika saya tanya
berapa saya harus bayar.
Angka itu adalah tarif normal. Dan,
saya menilai, sungguh tidak keliru orang tuanya memberikan pemuda itu
nama Sholeh.
Padahal, sungguh, dalam keadaan begitu,
dikenakan tarif lebih dari itu pun akan saya bayar. ****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar