SABTU siang kemarin (12 Nov. 2011), ban
depan motor saya bocor. Kecurigaan saya, ia tertusuk bendrat (kawat)
pengikat kolom. Maklum, didepan rumah saya itu kemarin dipakai
tempat pabrikasi rangka besi untuk kolom cor. Jadi, sekali lagi,
potongan kecil kawat kecil itulah tersangkanya!
Tak perlu repot. Karena dibelakang
rumah saya ada tukang tambal ban. Pak Man, namanya. 'Purnawirawan'
preman kampung. Saya hanya perlu memutar dari gang Perjuangan ke gang
7 Raya. Dekat saja. Tetapi ketika saya mendekat, saya lihat pak Man
sudah pakai batik,”Mau kondangan,” katanya.
Ketimur sedikit juga ada tukang tambal
ban sebenarnya, tetapi dengan adanya tenda, kursi dan sound system
didepan rumahnya, saya yakin, ia sedang tidak buka praktek hari itu.
Ini dia. Saya harus melambung ke jalan
raya. Balik kanan lewat barat kali, via gang IX, setelah kuburan
kembar, saya ingat, ada tukang tambal ban disitu. Ya, agak jauh.
Menuntun si Supra sampai berpeluh. Doa saya terkabul; ia
sedang tidak 'buwuh'. (Maklum, bulan baik begini banyak sekali
undangan untuk mengahadiri walimatul 'ursy, atau walimatul khitan).
Saya dapat antre nomor dua. Karena si
GL Max hadir sekitar dua menit dibelakang saya. Urutan pertama,
dan sedang ditangani, adalah Jupiter Z warna hijau daun yang
ditunggangi seorang pemuda berkaos hitam.
Saya lihat tukang tambal ban
geleng-geleng kepala. Tambalannya pada titik yang bocor belum
sempurna. Ia menyemburkan gelembung air saat direndam. Terpaksa
dikupas lagi.
Sebenarnya tambalan itu berada persis
didekat tambalan lama. Saat tambalan itu dikupas, terlihatlah
'penyakitnya'. Sobek sekitar duasetengah centi. Bagi saya, dengan
panjang sobek segitu, diposisi ban belakang, tentu pilihannya adalah
ganti ban baru. Lebih-lebih, saya lihat dibeberapa titik telah ada
tambalan lama. Dengan jumlah tambalan sebanyak itu, tentu ganti ban dalam lebih aman. Tetapi, lain ladang lain belalang.
Saya lihat si empunya motor malah
tiduran dibangku panjang. Membiarkan sang tukang tambal
mengerahkan semua ajian untuk membuntu sobekan itu.
Dulu, didekat RSI Wonokromo saya pernah
mendapati dua orang yang lunglai terkulai gara-gara ban bocor. Dan diagnosa
tukang tambal, ban dalamnya harus diganti. Sobeknya sudah dalam taraf
parah, dan tak terselamatkan. Tetapi, apesnya, dua orang
penunggangnya sedang tak punya uang!
Sekarang, saya sangka, anak muda yang
tiduran didekat saya ini juga dalam kondisi sama. Tidak ada uang
untuk beli ban dalam yang harganya berfariasi; dari yang 20 ribu
(Primax), 24 ribu (IRC) atau yang Genuin part 25 ribu. Tetapi, semurah
apapun harganya, kalau sedang tidak ada uang, mau bagaimana.
Setelah ditambal lagi, dengan dua titik
berdekatan, dicelup ke bak kecil, dan... tukang tambal bersyukur.
Sukses!
“Berapa?” tanya pemuda ber-Jupiter
Z itu.
“Enam ribu,” jawab tukang tambal
ban.
Pemuda itu merogoh saku kiri depan
celana jeans-nya. Begitu keluar, tangannya sudah menggenggam
segepok uang lima puluh ribuan. Dengan uang ditangannya itu, tentu ia
bisa membeli sebecak ban dalam. Tetapi, mengapa tidak ia ganti?*****
pemberdayaan tukang tambal ban dalam yang mulai tergerus tukang tambal ban tubeless
BalasHapusYa, begitulah, ra.
BalasHapusPenemuan yang lebih baru lambat-laun mengikis penemuan lama.