Kamis, 06 Oktober 2011

Siomay Bandung

MINDRING, begitu orang kampung saya menamai tukang kredit alat-alat rumah tangga yang keliling kampung. Tak jelas benar apa makna nama itu. Atau ia sebagai plesetan dari kata merinding, bila ditagih belum punya duit? Entahlah.

Kata lain yang juga serupa untuk nama yang sama adalah abang. Tukang kredit itu, yang sebagian besar berasal dari Jawa Barat, selalu menyandang nama abang di depan namaya. Misalnya, yang saya ingat ada abang Sulaiman, juga abang Yayak. Belakangan, walau bukan orang Sunda, kata abang turut tersemat didepannya apabila ia melakukan bisnis yang sama.

Sampai sekarang, ibu saya di kampung masih setia berlangganan kredit panci, sendok dan semacamnya. Sekalipun yang mengkreditkan orang Jawa tulen, ibu saya tetap setia setiap saat memanggilnya; abang. Abang Mansur.

“Tidak begitu,” begitu kata Wahid seorang kenalan yang asli Sunda, belum lama ini. “Abang itu sebutan untuk orang Betawi. Kalau di Sunda mah nyebutnya akang,”

Waduh, berarti ibu saya dan orang sekampung keliru secara berjamaah. Iya ya, betul juga kata kang Wahid. Makanya, dulu ada lagunya Itje Trisnawati ciptaan Mochtar B. yang ngetop banget. Lagu berbahasa Sunda itu judulnya Duh Akang, bukan Duh Abang.


Beberapa bulan yang lalu, enam bulan setelah di PHK dari tempat kerjanya, saya dimintai tolong adik ipar saya untuk mengantar mencairkan uang JHT di kantor Jamsostek jalan Jemursari, Surabaya. Hari Senin itu yang antre lumayan banyak. Mulai jam delapan pagi sampai jam duabelas siang, belum juga adik ipar saya mendapat giliran dilayani. Padahal perut saya sudah berkokok minta dilayani makan siang.

Saya pamit ke adik untuk keluar mencari ganjal perut. Dan syukurlah, tak perlu beranjak jauh. Didepan kantor Jamsostek agak ketimur, tepatnya di trotoar depan gedung bimbingan belajar Neotron, ada penjuan siomay Bandung. Lumayanlah, buat isi perut di siang yang terik itu.

Saya memesan sepiring. Terlihat, si akang siomay cekatan betul meladeni beberapa orang yang antre. Termasuk saya.

“Pakai sambal, pak?” tanya akang siomay ketika tiba giliran saya.

“Sedikit saja, kang,” jawab saya. “Eh, ngomong-ngomong akang Bandung-nya mana atuh?” tanya saya dengan logat yang saya Sunda-sundakan.

“Saya asli Bojonegoro, pak,” kata akang penjual siomay Bandung dengan bahasa Jawa logat Jonegoro.

Duuuhhh...akang....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar