SECARA amatiran, saya ini mengamati hal-ihwal tentang televisi. Hanya untuk ditulis di blog. Juga -belakangan- saya jadikan content di kanal YouTube (👈 kalau mau ngintip video-video saya, silakan di-klik setelah selesai membaca artikel ini😊). Namun, hari-hari ini saya puasa nonton tivi. Terlebih tv berita, kalau nonton Upin-Ipin dan Sopo-Jarwo sih masih sesekali. Pasalnya, saat ini Covid-19 makin menggila.
Apa hubungannya?
Saya kesal, juga was-was. Setiap melihat berita tentang si Corona. Mengonsumsi berita begituuuu... terus secara berlebih, bisa turun dong imun tubuh. Iya, sih. Masih ada titik terang di lorong gelap nan panjang ini. Tentang vaksinasi, misalnya. Namun itu sering tertutupi oleh berita kengeyelan banyak orang yang tak percaya si Covid ini ada dan nyata! Ikutan berikutnya adalah abai akan prokes.
Walau kesal, tentu saya -sambil menarik napas dan mengelus dada- paham: ini nyaris seperti perkara keyakinan! Dan karena beda keyakinan, saling kesal diam-diam tersurat sedang terjadi dalam penyikapan ini. (Ohya, yang juga pelik adalah; mau tak mau ini juga menyangkut urusan perut).
Ada yang dari awal percaya, sekarang makin percaya (sekaligus makin kesal dengan kelompok yang tetep ngeyel tak mau patuh prokes). Kelompok kedua adalah yang tadinya, dengan berbagai dalih, kurang percaya kalau Covid itu ada dan nyata, setelah melihat realita di lapangan (RS penuh, korban terus bertambah dll.) baru sekarang sudah mau percaya. Sekaligus ikut rebutan antre vaksin. Berikutnya ada kelompok yang ketiga: yang dengan berbagai argumen tetap keukeuh berkeyakinan kalau Covid ini tidak ada!
Simpatisan masing-masing kelompok amatlah fanatiknya. Saya ikut yang mana? Jujur: saya ikut kelompok pertama!
PPKM diperpanjang.
Sejak tanggal 12 Juli 2021 tempo hari diberlakukan PPKM. Sampai tanggal 20 Juli lusa, bertepatan dengan hari raya Idul Adha. Tapi kabarnya akan diperpanjang lagi. Hingga akhir bulan ini. Seperti halnya yang lain-lain, apa sih yang tidak bisa diributkan disini. Termasuk PPKM ini. Maaf, saya agak lupa PPKM itu kependekan dari apa. Tapi saya ingat, sejak tanggal 3 Juli saya sudah diliburkan. Alasannya? Salah satu teman saya terdeteksi (lewat PCR) bahwa dia positif. Karena dia sebagai partner di tempat kerja, menjadikan saya otomatis ternobatkan sebagai kontak erat.
Kontak erat. |
Alhamdulillah saya sehat. Makan enak. Masih bisa nyium aroma biskuit Roma atau sambal terasi buatan istri. Sekarang, saat saya membuat catatan ini, alhamdulillah saya tetap sehat. Anak-anak dan istri juga sehat. Semoga begitu senantiasa.
Namun dengan kategori saya sebagai kontak erat, saya mesti tahu diri. Jangan sampai hal buruk terjadi. Makanya saya langsung boyongan sekaligus pisah ranjang😊. Untung ada kamar di lantai atas yang bisa saya pakai untuk 'bertapa'. Sendiri.
Sendiri di kamar, berhari-hari, bisa stres kalau tidak ada yang dikerjakan. Untungnya saya punya hobi. Menulis. Juga -belakangan- lagi hobi nge-vlog. Beberapa konten saya di YouTube (saya edit dari kumpulan video yang saya ambil sebelum saya menyandang predikat kontak erat) kemudian saya unggah di sela saat 'bertapa' ini. Ah, entah bagaimana kalau orang tidak punya hobi dan mesti berhari-hari harus 'terbui' setelah divonis sebagai kontak erat.
Pada saat ini saya merasa, cita-cita yang saya idamkan sejak SMP tercapai sudah. Satu: menjadi wartawan/penulis. Bukankah dengan punya blog, saya bisa menobatkan diri sebagai wartawan, penulis, editor sampai pemimpin redaksi dan semua itu bisa saya jabat secara bersamaan. Dua: sebagai reporter televisi. Sama dengan saat nge-blog, ketika nge-vlog saya bisa merangkap tugas dari mulai pencetus ide, juru kamera, editor, voice over sekaligus produser.
Lalu, apa untungnya? Dapat bayaran berapa dari semua itu?
Dalam konteks saat 'bertapa', apalagi di zaman pageblug begini, ketika raungan suara sirine ambulan bersahutan dengan speaker masjid yang makin sering saja mengumandangkan kabar duka, mendapat imbalan sehat sudahlah lebih dari cukup. Dan bisa mengisi waktu dengan hobi yang menyenangkan, hari terlewati dengan kurang terasa. Bahkan tiada menjemukan. Setelah menulis artikel di blog atau mengedit video, tahu-tahu sudah sore, tahu-tahu malam. Siapa tahu, nanti saat PCR (karena prosedur di perusahaan saya begitu) tahu-tahu saya negatif.
Semoga!
(Bersambung: Dag-dig-dug-der Menunggu Hasil PCR)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar