Senin, 13 April 2020

Kaos Terbalik dan Rezeki Baik

DUA hari ini saya batuk-pilek. Awalnya hanya begitu. Lalu mendapat bonus tambahan; demam. Saat saya cek pakai thermometer, suhu tubuh saya sempat nangkring di angka 38.3°C. Itu kemarin. Padahal hari-hari ini, batuk-pilek-demam sedang jadi pusat perhatian. Gara-gara Corona. Gara-gara Covid-19. Yang katanya gejalanya begitu itu.

Saya berbaik sangka saja. Saya hanya batuk-pilek-demam biasa. Bukan karena 'itu'. Sejauh ini saya berusaha patuh anjuran. Sering cuci tangan pakai sabun. Jaga jarak dengan orang lain. Selalu pakai masker. Sudah tak pernah lagi ikut Yasinan-Tahlilan berjamaah. Yang anggota jamaah Yasinta kami ratusan orang. Yang biasanya duduk berhimpitan, bila rumah yang sedang dapat giliran tak seberapa besar. Lalu saling salaman. Lalu, ah sudahlah.

Covid-19 telah menjadi buah bibir semua warga dunia. Negara sekaya, seperkasa dan seadidaya Amerika saja kelimpungan diterjang Corona. Apalagi negara kita? Oh, janganlah begitu. Mari berdoa; semoga si wabah ini segera sirna. Dari muka bumi.

Saya sedang batuk-pilek. Dan harus berobat ke dokter. Tidak seperti biasa, di klinik tempat saya akan periksa ini, ruang tunggu sekarang ada di luar. Di dekat parkiran. Padahal biasanya ada di dalam. Ber-AC. Walau tak ber-Wifi, biasanya kita disediakan bacaan. Majalah, juga koran.

Sejak ada Corona, banyak hal diubah. Termasuk ruang tunggu klinik ini. Pasien yang menunggu di luar, dipanggil satu-satu. Sesuai nomor antrean. Masuk, langsung ditodong thermal detector. Alhamdulillah; suhu saya sudah normal. Tertera angka 36.1°C. Beruntung saya tidak datang ke dokter kemarin. Saat suhu tubuh saya 38.3°C. Bisa-bisa saya ditelponkan 112. Untuk diproses lebih lanjut.

Selain selalu pakai masker, sering cuci tangan, dari mana-mana nyampai rumah disemprot disinfektan dari ujung rambut sampai sepatu, nglakoni physical distancing  dan lain-lain, yang juga sedang saya lakukan adalah berusaha menjaga jarak aman dengan medsos. Entahlah, semakin saya berenang di genangan medsos, semakin saya mudah terpapar aneka kabar yang beredar. Padahal kita tahu, entah benar entah tidak sebuah informasi, jari kita enteng saja membagikannya. Kadang langsung sharing  tanpa lebih dulu disaring. Ke grup wasap keluarga atau teman alumni.  Ini tak baik, menurut saya. Mengonsumsi dan/ atau berbagi informasi dosis tinggi tanpa terlebih dulu melakukan verifikasi, berpeluang punya implikasi merusak 'hati'.  Maka, satu per satu akun medsos milik saya sementara akan saya lockdown. Twitter sudah. Mungkin selanjutkan akun Facebook saya, lalu yang lainnya lagi. (Kalau Tik Tok , dari sejak saya unduh, malah cuma bertahan sekian hari saja di ponsel. Saya merasa terlalu tua untuk aplikasi tersebut. Selebihnya, saya merasa tak mampu membuat konten selucu beragam tayangan konyol ala Tik Tok itu).

WA dari Ibu Negara
Saat saya antre dokter tadi, tiba-tiba 'Ibu Negara' mengirim WA. Mengabarkan kaos yang saya kenakan terbalik, dia tahu karena dibilangi oleh tetangga yang berpasasan dengan saya di jalan saat saya berangkat tadi. Oh.

Saya yang tadinya santuy, menjadi agak gimanaa gitu. Kanan-kiri-belakang saya banyak orang. Sama-sama antre akan periksa dokter. Tapi, saya harus cepat menguasai keadaan. Toh tak ada yang mengenal saya. Lebih-lebih saya sedang pakai masker dengan brukut.

Saat sesuatu terjadi diluar dugaan, dibutuhkan tindakan cepat untuk 'seakan-akan sedang tidak terjadi apa-apa dan semua sedang lazim adanya'. Secepat itu pula saya harus segera menyemai sugesti bahwa; bilamana ada orang sedang bepergian untuk suatu urusan dan tanpa sadar mengenakan pakaian secara terbalik, niscaya ia akan mendapat rezeki yang datangnya tiada terduga. Dan, salah satu rezeki terbesar di hari-hari ini adalah: kita, orang-orang tercinta di sekitar kita, saudara-saudara sebangsa-setanah air, dan semua manusia penduduk dunia segera terbebas dari paparan pandemi wabah ini. Semoga. ****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar