![]() |
'Mendiang' penampakan sinyal Viva grup. |
IYA,
saya akan menulis tentang televisi lagi. Tetapi, kali ini, bukan
tentang Ninmedia yang sejauh ini, walau telah ada FashionTV,
NHK Word, Al Jazeera, Zing, DW (sekalipun yang saya sebut itu
masih nongol sebagai test signal) ketahuilah, MNC grup masih
belum ada. Bukan pula tentang si pendatang baru dari MMP atau SMV,
yang walau sama-sama gratisan, tetapi ada perbedaan mendasar dengan
Ninmedia. Yakni, bila kita bisa menyaksikan siaran dari
Ninmedia (Chinasat-11/98*E) dengan hanya memakai perangkat
yang dijual bebas di pasaran, tetapi untuk bisa menyaksikan konten
dari SMV/MMP, perangkatnya kita harus kita beli dari mereka.
Kabarnya, akhir Januari ini, setelah sekian waktu melakukan siaran
percobaan, SMV akan resmi mengudara dengan platform yang
disebut FTV, Free to View. Bukan FTA, Free to Air,
seperti yang diterapkan oleh Ninmedia. Iya, kali ini, saya kembali
menulis tentang siaran tv digital terrestrial. Nah, bagaimana kabar
siaran televisi digital terrestrial di tempat Anda?
Seperti
yang sempat diberitakan dan menjadi perhatian bagi sebagian pemirsa
yang menunggu realisasi migrasi siaran televisi dari analog ke
digital, era dimana gambar televisi yang diterima pesawat televisi
kita tidak lagi bersemut walau antena sudah dipasang tinggi-tinggi
sekali. Kerinduan itu bukan tanpa sebab, karena bukankah telah
pernah tersiar kabar pemerintah akan melakukan switch off
siaran televisi analog yang konon rakus memakan bandwitdh dan segera
melakukan upgrade sistem penyiaran ke teknologi digital.
Laiknya
langkah si renta, progress penerapan sistem yang di negara
maju adalah sebuah kelaziman dan keniscayaan ini disini ternyata
sangat tertatih sekali. Ada saja ganjalannya, ada saja kendalanya.
Baik teknis, maupun (yang lebih dominan, sepertinya) adalah hal non
teknis.
Untuk
hal teknis, sejak 15 Juni sam 15 Desember 2016 kemarin (dan bisa diperpanjang masa trial ini), pemerintah
dan beberapa lembaga penyiaran yang concern mendukung program
ini, melakukan ujicoba non kemersial di beberapa kota Indonesia
dengan TVRI sebagai penyedia insfrastruskturnya. Intinya, konten
milik beberapa lembaga penyiaran itu dipancarkan menggunakan MUX
milik TVRI. Maaf, saya tak hafal di kota mana televisi apa saja yang
mengudara melalui uji coba ini. Tetapi, di Surabaya ini, tadi malam
saya sempatkan untuk mengintipkannya untuk Anda.
Kalau
MUX MNC grup (ch. 41/643 MHz) sudah sekian lama tiada itu saya
sudah duga, tetapi kok ketika saya cari MUX MetroTV
(ch. 25/506 MHz) juga sudah tidak lagi mengudara itu yang saya baru
tahu. Termasuk MUX TransCorp (ch. 27/522 MHz) yang ternyata
ikutan menghilang, menyusul MUX Viva grup (ch. 23/490 MHz),
dan Emtek yang sedari dulu turun dari udara setelah sebentar
sempat on air.
Kini (saat saya lakukan scan),
praktis tinggal konten TVRI yang masih bisa dinikmati. Yakni, TVRI1
Jatim, TVRI2 Jatim, TVRI3, TVRI4 plus peserta ujicoba non
kemersial yang 'digendongnya'; CNN Indonesia, NusantaraTV dan
Inspira.
Sepertinya,
program migrasi ini makin lemah saja gaungnya. Dan detak yang makin
melemah, kita tahu, adalah pertanda ajal telah tak terlalu jauh
jaraknya. Kalau demikian kenyataannya, pemirsa televisi di negeri ini
mesti entah sampai kapan lebih bersabar lagi untuk menunggu menikmati
siaran televisi dengan konten beragam dan gambar yang cling bebas
bintik. Produsen televisi yang telah melangkah begitu maju dengan
menghadirkan produk kualitas bagus yang bisa memanjakan mata
pemirrsa, menjadi kurang berguna ketika siaran yang tertangkap masih
analog dan cuma segitu mutunya.
Tetapi,
untungnya, selalu ada pilihan dalam hidup. Tak perlu menyebut, untuk
bisa menikmati siaran berkualitas digital tetapi tetap tak berbayar,
kalau mau, ada kok pilihannya. Mau? *****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar