![]() |
Melihat-lihat dulu, menawar-nawar kemudian. (Foto: Galuh Setiawan) |
Yang dijual aneka macam, mulai baju, sepeda, tas, sepatu, kacamata renang, mainan anak yang semuanya adalah barang lungsuran atau bekas pakai. Harga dibanderol mulai sepuluh ribu (untuk barang mainan anak-anak) sampai satu juta. Ya, yang satu juta itu harga sebuah tas, dan bekas. Mahal? Relatif. Tetapi, "Ini barang bagus," kata Nyonya Montse yang memajang tas itu. "Lihatlah; bahannya, jahitannya, semua perfect. Ini kalau baru, harganya three million rupiah," katanya.
![]() |
Suasana bazar. (Foto: Galuh Setiawan) |
"Ini murah, mas," kata seoarng teman yang memegang sepatu anak-anak berbahan kulit berwarna cokelat.
"Berapa sampeyan beli?" tanya saya.
"Seratus," jawabnya mantap. "padahal kalau baru ini tujuh ratus, Mas," tambahnya.
Saya menuju stan lain. Selain busana dan mainan anak, disitu PS Portable merek Sony terselempit pada tas dengan posisi menonjol ke atas. Ya, saya tak tertarik membeli tasnya, tetapi PS-nya. Agar tidak seperti membeli kucing dalam karung, saya buka dus PS itu, dan, "No, no.Ini punya saya, tidak dijual," kata bule cantik itu dalam bahas Inggris yang sukses membuat muka saya merah maroon karena klejingan.
![]() |
Sepeda impor ini dibanderol lima ratus ribu rupiah. (Foto: Galuh Setiawan) |
"Oke, silakan; harganya sepuluh ribu sebotol," seorang panitia, juga perempuan bule, membuat saya meletakkan lagi sebotol kecil air mineral itu.
Saya kira gratis, lha kok harus bayar. Sepuluh ribu pula harganya, padahal diluar paling cuma duaribu.
"Khusus anggota memang gratis," terangnya.
Saya menjauh, meninggalkan arena. Tak meneruskan mengunjungi stan lain; takut klejingan lagi. *****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar