Minggu, 25 Mei 2014

U n d a n g a n

SEMASA hidupnya, di kampung dulu, paman saya punya cara khas dalam memperlakukan undangan yang telah diterimanya. Ia mencantolkan pada paku undangan-undangan itu pada saka, kayu tiang utama rumah tuanya. Karena tiang itu persis ada di antara ruang tamu dan ruang tengah, orang akan dengan mudah mendapati lembar-lembar undangan itu. Dari yang paling baru sampai yang telah lama. Untuk mencari tahu yang lama juga bukan perkara sulit, bila warna kertasnya telah usang, ya itulah ia. Iya, bahkan undangan yang telah lama dihadirinya pun masih saja disimpan paman. Untuk apa? Untuk kebanggaan karena sebagai tanda orang blater, banyak kenalan yang telah pernah mengundangnya? Entahlah.

Perilaku itu barangkali sama dengan kebiasaan seorang teman yang menyimpan bekas bungkus rokoknya pada jendela kamar. Ditata sedemikian rupa sampai jendela itu tertutup olehnya.

Undangan untuk menghadiri hajatan, bulan-bulan ini, Rajab sampai Sya'ban nanti, datang silih berganti. Orang menganggap sekarang saat bagus untuk menggelar pernikahan atau khitanan. Yang berarti waktu bagus pula bagi bisnis persewaan alat-alat pesta, tukang sound system dan tentu saja pencetak undangan.

Sekarang makin jarang ditemui undangan dengan tulisan tangan yang dibeli orang di toko dengan kolom waktu/tanggal, nama mempelai dan hiburan dalam bentuk kosongan, sehingga calon shohibul hajjat harus mengutus orang dengan tulisan tangan yang bagus untuk mengisinya. Sekarang semua telah tercetak rapi, lengkap dengan foto pre wedding mempelai. Tentu saja harga menentukan rupa. Semakin mahal harga per helai undangan, semakin bagus pula tampilan dan bahannya.

Di kampung saya dulu, sekali pun telah diberi undangan, saat manggulan (satu hari menjelang hari H), shohibut hajjat masih pula mengirimi para calon tamunya itu dengan makanan lengkap dengan lauk dan kuenya, tradisi itu dinamakan tonjokan. Bukan hanya makanan, ada pula yang menyertakan sebungkus rokok dalam selembar undangan. Dengan itu semua, calon tamu akan merasa lebih sungkan tidak datang bila sudah ditonjok begitu. Ibarat kata, sudah menjadi fardu 'ain.

Begitulah; menghadiri undangan hajatan, tamu datang selalu tidak dengan tangan kosong. Walau dalam undangan selalu ditulis 'mengharap kehadiran untuk memberikan doa restu', para tamu sudah faham betul kalau kotak dengan hiasan renda berwarna keemasan yang diletakkan di dekat pintu masuk itu bukan wadah untuk mencemplungkan doa. *****





Tidak ada komentar:

Posting Komentar