Rabu, 04 September 2024

Celana Kepanjangan, Udeng Kekecilan, dan Weekk...

SUNGGUH saya kagum dengan orang Bali. Di Bali, sepanjang yang saya sempat alami, tidak sulit saban hari kita temui orang berpakaian tradisional. Pakai kamben, kebaya dan selendang yang diikatkan di pinggang. Itu untuk perempuannya. Untuk lelaki pun demikian. Memakai udeng dipadukan semacam sarung. 

Betul, nyaris tiap hari ada acara upacara di Bali. Dan pakaian adatnya tentu turut serta. Itulah Bali. Itulah indahnya. Seindah saat pagi, di Senganan, Penebel, saya melihat anak-anak SD bersekolah memakai pakaian tradisionalnya. Mungkin untuk hari tertentu memang ada jadwal memakai seragam baju adat. 

Di Surabaya ini, yang termasuk wilayah tanah Jawa, juga punya pakaian adat. Jujur saya belum pernah membaca literatur tentang asal-usul pakaian tradisional Surabaya ini baik secara historis maupun filosofis. Namun, saya mengenalnya sebagai busana Cak dan Ning. Wabil-khusus, pakaian ini 'hanya' dikenakan di -acara khusus. Pemilihan Cak dan Ning (semacam Abang-None versi Suroboyo), seremonial tertentu, karnaval dan saat resepsi pengantin. Baik oleh among-tamu maupun keluarga mempelai. Selebihnya, saya belum pernah melihat pakaian itu sebagai pakaian keseharian. 

Maaf, saya mohon maaf, tentu saja. Dolan saya kurang jauh. Sehingga kurang begitu tahu apakah ini gejala yang sifatnya lokal atau sudah menjadi semacam fenomena yang lazim di banyak tempat. Ketika yang berbau tradisional semakin dipandang ketinggalan. 

Ohya, selain Bali, sebagai agak kecuali, ada orang Madura yang tetap nyaman dengan ketradisionalannya. Saya punya tetangga yang setia setiap saat pakai sarung mengalahkan kesetiaannya pada rexona. Baik laki-laki maupun jebing-nya. Eits, maaf. Apakah sarung termasuk busana tradisional atau sudah termasuk kategori lainnya? 

Kembali ke lap-top... 


Minggu kemarin saya ketiban sampur jadi among-tamu untuk sebuah acara resepsi mantenan. Lokasi acara di ballroom sebuah hotel di Sidoarjo. Sekitar 30 menit perjalanan berkendara dari rumah saya. 

"Nanti pakai pakaian Suroboyoan", kata shohibul hajat. 

" Semua dari pihak penata rias? " tanya saya. 

"Iya, kecuali celana hitam. Punya celana hitam kan? "

"Siap", jawab saya, ngasal. Padahal gak punya🙂

Akhirnya mesti beli. Malamnya beli, untuk dipakai pagi. Karena jam setengah 6 sudah harus dipacaki, dirias. Tentu periasan among-tamu pria tak seribet makeup para bu-ibu dan para perempuan pada umumnya. 

Jika para perempuan bedaknya saja setebal tujuh lapis langit dan bumi, cowok hanya ganti baju, lalu bebetan jarik yg tinggal dipeniteni. Lalu pakai udeng, yang di bagian belakang ada njanthir-nya itu. 

Beres? 

Belum ternyata. Pasalnya udeng saya kekecilan. Ketika saya bercermin, klop sudah. Celana panjang saya ternyata kepanjangan, udeng saya kekecilan. Sebuah keadaan yg kudu diterima, karena tidak ada tersedia pilihan lainnya. 

Lama menunggu yang lainnya dirias, capek juga berdiri mondar-mandir di depan kamar rias. Sementara para perempuan, lapisan bedak riasnya mungkin baru lima, kurang embuh apa lagi. 

Capek berdiri, saya tolah-toleh gak ada kursi, saya berniat duduk jongkok di dekat tangga lantai tiga ini. Niatan saya sambil nunggu yang lain selesai dirias, bisalah saya nerusin ngedit video untuk jadwal upload nanti sore di salah satu channel YouTube saya. 

Saat saya duduk, samar-samar ada suara weekk... kain sobek. Oh bukan kain robek, tetapi jahitan sobek. Saat saya raba, betul. Celana saya, bagian bokong robek. Padahal baru beli semalam. Mau malu, tapi wong gak ada yang tahu. Saya berusaha sesantuy mungkin. Seolah tak terjadi apa-apa. Toh masih ada kain jarik pelapis. Saya tak khawatir ada yang lihat. 

Saat acara, ketika para tamu rame sekali dan saya harus terus ramah menyalami, saya sesekali meraba bagian belakang, memastikan kain jarik tidak ketarik. Kalau ketarik dan nyingkap, waduh, gak bahaya ta

Saat para tamu menikmati hidangan prasmanan dan mempelai bahagia di pelaminan, selepas acara ini saya sudah menyiapkan rencana besar. Yakni langsung ke tukang permak; memotong celana panjang yang kepanjangan dan menjahitkan bagian yang robek iini secepatnya agar burungnya gak keburu kabur lewat bolongan itu. ****

Minggu, 12 Mei 2024

Empat Hari Empat Malam di Kampung Youtuber, Bondowoso


Salam komando pejuang HPmiring
bersama Mas Imam Januar. 

JAM
18.00 saya sampai di pintu keluar bagian dalam terminal Purabaya yang sedang direnovasi. Ditambah sekian tahun tidak pernah ke Bungurasih, tentu saya agak pangling juga sih. Begitulah waktu dan segala di sekitarnya. Suka berubah dan/atau diubah. Eh iya dhing. Bukan waktunya. Tetapi hal-hal lain yang karena dimakan waktu jadi dipandang harus diubah jadi begini atau begitu. 

Jam 18.10 Luna Maya membawa saya keluar dari terminal Bungurasih. Luna Maya? Iya. Memangnya kenapa? Selain Om Kucrit dan Mbah Kakung, Luna Maya adalah keluarga PO Ladju yang bertrayek Surabaya-Ambulu. 

Beginilah nasib orang yang mukim di jalur selatan. Pilihan bis yang lewat Kencong tak sebanyak yang lewat Tanggul. Maka tidak heran, si Luna Maya yang saya naiki ini sudah penuh sejak dari dalam terminal. Taruhlah dapat tambahan poin di pintu keluar, anggap saja itu bonus. 

"Saya turun Yosowilangun 50, kalau sampeyan turun Bagorejo, ya paling 55 ribu", jawab seorang penumpang yang duduk di samping saya. 

Sekian lama tidak mudik naik bis membuat saya tidak tahu tarifnya. 

" Ladju tarifnya normal, tak pernah ngentol seperti Sabar Indah", lanjut bapak setengah baya yang berprofesi sebagai sopir truk ini. Beliau asal Kenjeran Surabaya, tetapi istrinya orang Yosowilangun. Seminggu sekali pulang. Ohya, ngentol yang dibilang tadi itu artinya menarik ongkos melebihi lazimnya. 

Kamis, 20 Juli 2023

Pepaya Bahaya

BUAH yang relatif rutin dikonsumsi Ibu Negara adalah pepaya. Nyaris saban hari. Untunglah buah ini harganya murah. Delapan ribu rupiah dapat separuh. Itu kalau pepayanya besar. Perkata manis dan tidak itu lain soal. Kadang, saya belikan yang ranum, buah terlihat merah merona, eh rasanya bikin merana. 

Dengan membeli separuh, buah utuh yang telah dibelah, saya jadi tahu penampakannya. Isinya sudah hitam pertanda tua, buahnya sudah merah menyala dengan rasa yang belum tahu juga🥹. Namanya juga tidak dikasih tester

Tempo hari, sepulang ngantar Ibu Negara ngantor (baca: kerja di pabrik) di setelah lampu merah pertigaan Kalirungkut, ada pepaya utuh jatuh di pinggir jalan. Pepatah bilang, buah jatuh tak akan jauh dari pohonnya. Tetapi di dekat situ tiada pohon pepaya, tiada pula toko Papaya. Lalu pepaya ini punya siapa? 

Pepaya ini kelihatan tua bukan karena kulitnya keriput dan ubanan, tetapi ada semburat kuning kemerahan di kulitnya. Kalau di tukang buah langganan, pepaya segede itu seharga lima belas ribu. 

Tolah toleh tidak ada orang di dekatnya, saya duga pepaya itu jatuh dari keranjang penjual pepaya. Kasihan? Tentu saja. Tetapi apa daya, kepada siapa saya mengembalikan? Bisa jadi si pembawa pepaya langsung bablas dan tak menyadari pepayanya jatuh. Jadi? Kalau tak saya ambil bisa bahaya. Bisa diambil orang lain! Ya itu rezeki saya, pikir saya --yang kalau saya minta pendapat bos Jarwo pastilah ia sependapat dengan saya. Entah kalau bertanya ke Bang Haji Udin. 

Singkat cerita, saya bawa pepaya itu. Lumayan, bisa saya kasihkan ke Ibu Negara. 

Belum dua ratus meter saya bawa, di depan saya lihat ada bapak-bapak penjual pepaya menghentikan motor dengan keranjang penuh pepaya. Waduh

Rupanya ia dikasih tahu orang kalau pepayanya ada yang jatuh. Untunglah dia gak tahu pepaya itu sudah saya ambil. Dengan lagak sok berbudi luhur, saya kembalikan pepaya itu. Saya bilang, "Tadi saya nemu di dekat lampu merah, makanya saya uber hendak saya kembalikan."

Padahal...🫢****

Senin, 12 Juni 2023

Kambing Hitam : Ketan Hitam

MINGGU, pagi-pagi buta, istri saya bertanya, "Mobil yang parkir di depan pagar rumah kita itu punya siapa?"

"Mobil apa?"

"Avanza hitam."

Demi memastikan, saya keluar rumah. Membuka pagar, dan mendapati mobil sejuta umat itu anggun sekali. Parkir manis di depan pagar. Oh, rupanya tetangga sebelah jadi beli mobil...

Panggilan sholat subuh sudah seperempat jam yang lalu bersautan, tapi panggilan perut yang barusan saya rasakan, langsung membuat langkah kaki saya mak jranthal menuju 'belakang'. Saya bablas, buang hajat.

Perut saya mulas hebat. Juga begah. Wah, wah, wah. Kalau sudah begini, alamat sakit maag saya kambuh. Padahal, saya makan juga tidak telat. Makan pedas, tidak. Makan yang asem-asem juga tidak, lalu tersangkanya siapa dong?

Oh, jangan-jangan....

Sabtu pagi kemarin, ada penjual bubur ketan hitam lewat. Tiap pagi sih ibu itu jualan lewat depan rumah saya. Tetapi saat itu, saya yang sedang jalan pagi, dan sedang bawa HP, punya ide lain. Apa lagi kalau bukan buat konten😊

Ceritanya saya sedang iseng baru bikin channel Youtube. Kanal baru saya ini niche-nya kuliner. Wabil khusus kuliner kelas kaki lima. Dan sudah beberapa video saya unggah, traffic-nya lumayan; salah satu video ditonton banyak viewers dengan sebagian besar mampir atas rekomendasi Youtube.. Nah, boleh juga nih si penjual bubur ketan hitam itu saya bikin bahan konten.

Singkat cerita, sejak saya membeli sampai makan bubur ketan hitam itu saya syuting. Saya makan lahap. Tak lupa makannya sambil bicara dan kicipak lidah dalam mengunyah saya niru gayanya Dede Inoen yang punya narasi khas: cantek sekaleee itu.

Karena merasa dengan sarapan ketan hitam itu perut saya kenyang, makan makan berikutnya tentu agak siang. Toh, lambung sudah terisi ketan hitam.

Nah itu dia suspect-nya. Kambing hitamnya. Ketan hitamlah yang bikin perut saya mulas,  sakit. Karena konon, kata orang-orang, bila belum sarapan nasi tetapi perut sudah diisi ketan, bagi yang punya penyakit gangguan lambung, maag-nya bakalan kambuh. Tetapi masalahnya, saya dapat info ini belakangan.

Tetapi tunggu dulu, sakit perut dan berlanjut kepada badan panas-dingin dan meriang ini, adalah juga dipicu oleh tetangga sebelah rumah saya yang beli Avanza hitam.😇****

Senin, 24 April 2023

R-4

SECARA itungan, rumah saya di Surabaya jaraknya terbilang relatif tak jauh dari bandara Juanda. Sedangkan tujuan mudik saya di Jember, sudah juga punya bandara. Maka, untuk pulang kampung naik pesawat sungguh tiada kendala berarti. Kecuali, berat bagasi yang tentu dibatasi. Tak mungkin saya memasukkan dua ekor Vario ke dalam tas koper. Karena tas saya bukan seperti milik Doraemon. Alasan berikutnya, karena pesawat tujuan Jember bukanlah sejenis Antonov.

Baiklah. Akhirnya saya putuskan lewat jalur darat saja. Pakai roda empat. Alias duo Vario.

Jalanan sepi. Kalaulah dibuat catatan perjalanan, tiada bumbu yang agak menyengat. Nyaris hambar. Kecuali di Tukum. Setelah menyalip laju bis Ladju dan sebuah truk sekelas Dyna, motor saya oleng. Ban depan gembos. Dengan teknik menepi yang ugil-ugil, saya bersyukur tidak punya bakat (baca: nyali) untuk ugal-ugalan. Karena, konon, bila roda depan angin ngowos dan gembos di kecepatan tinggi, niscaya bisa menyebabkan gulung-koming.

Bersyukurnya lagi, di seberang tempat saya menepi, ada tukang tambal ban --yang walaupun sudah tutup, mau membuka lapaknya kala dibilangi ibunya (yang buka warung kopi di sebelahnya), kalau saya sedang membutuhkan jasanya.

Beres. Dengan ongkos yang ramah di kantong. Selembar uang kertas nominal sepuluh ribuan ditukar dengan menambal ban plus menata selembar ban dalam yang telah digunting melebar, yang diharapkan berfungsi sebagai pelindung bagi ban dalam depan, yang ban luarnya batiknya sudah nyaris plontos. Tetapi, "Ini sudah waktunya ganti. Luar dalam", kata lelaki asal Bangkalan yang lebaran ini tidak mudik, dan baru akan 'toron' saat Idul Adha nanti.

Sambil meneruskan mudik, tolah-toleh bengkel: semua ramai, semua penuh. Okelah, nanti saja. Yang penting sampai rumah dulu, urusan ganti ban bisa belakangan.

Saya lupa, hari lebaran adalah juga hari liburan bagi bengkel. Tetapi apa salahnya dicoba. Lepas tengah hari, di hari H hari raya. Semua tutup. Baik bengkel resmi maupun resmi bengkel. Di depan tertulis, buka 26 April 2023. Arang saya belum patah. H+2 perburuan saya lanjutkan. 

Beberapa bengkel di Gumukmas tutup. Lanjut ke Kencong. Oh, kok juga pada tutup. Lanjut. Pelan-pelan. Ada umbul-umbul Ahass di depan sana. Dan bengkelnya buka! Saya baru kali ini mendapati pengalaman batin (halahmbel!) tentang makna filosofis dari One Heart. Satu Hati. Saya merasa, sebagai orang yang tak bisa ke (se)lain Honda, ini benar-benar makna lain dari yang Semakin di Depan milik kompetitornya itu.

Saya masuk. Didaftar. Dapat nomor urut 6. Pada pit 3 tertanda nama saya. Oh, alangkah betapanya. Sudah di-spesialkan rupaya. Sampai tertulis nama saya. Oh, tidak, tidak. Ataukah ini sebagai pertanda, betapa pasarannya nama saya.

Operasi penggantian ban depan luar-dalam di atas pit nomer 6 langsung dilaksanakan. Mas Edy yang nangani. Ngobrol ringan dengannya, laksana jeruk minum jeruk. Edy ketemu Edi.

Diselingi obrolan seputar pervarioan, tahu-tahu operasi selesai. Tahu-tahu Mas Edy menunjuk meja kasir saat saya tanya berapa biayanya. Tahu-tahu hampir seperempat jeti biaya untuk itu. Dan ini belum masuk dalam anggaran mudik. Ini dia, penggantian ban luar dalam yang serta-merta menggerogoti saku saya, juga luar-dalam.

Tapi tunggu dulu. Seperti halnya semua kecap, keselamatan (berkendara) adalah juga nomor satu. ****

Jumat, 31 Maret 2023

Is Ra Real

 Is ra real


(Iki ora nyata)


MAS Bendo mukanya lungset. Ada berjuta kuciwa di wajahnya.

"Mimpiku ambyar, Kang", ucapannya bergetar.

Kang Karib diam.

"Ini soal bal-balan, Kang. Bukan yang lain. Tapi dimanfaatkan dan diserempetkan ke plikitik. Nesu aku, Kang. Nesu...."

"Tapi memang begitulah, nDo. Plikitik bisa memanfaatkan banyak hal. Juga bisa memanfaatkan pihak lain", Kang Karib sok bijak. "Walau aku yakin yang ancang-ancang nyapres juga ada yang sependapat dengan dua gubernur itu, tetapi memilih tidak bersuara. Kamu titeni saja, pada intinya yang diam itu bukan tidak mungkin malah akan mendulang emas nantinya."****


Rabu, 22 Februari 2023

PIN Google AdSense, 6 Angka Keramat

SEPERTI halnya awal ngeblog, saya mainan Youtube mulanya juga asal saja. Tentang ini tentu bisa dilihat dari posting awal di kanal saya. Sama sekali tiada istimewanya. Tiada konsep yang jelas, tiada pula jadwal upload yang rutin. Pokoknya sesukanya saja.

Sama halnya (sekali lagi) postingan saya di blog, kok yang mengintip dan berkomentar lumayan ada saat saya membahas tentang televisi. Padahal, terus terang, saya ini sama sekali tidak bisa elektronika, pula tak ada latar belakang begituan. Belajar tracking sinyal satelit lewat baca-baca atau nonton Youtube. Demikian pula mencari sinyal tv digital. 

Baiklah, lalu saya bikin konten di kanal Youtube saya sebagian besar membahas tentang siaran televisi. Toh, ini 'hanya' mengubah mediumnya saja. Bahasannya sama: televisi. Hanya yang awalnya berbentuk tulisan di blog menjadi berbentuk audio-visual yang disebarluaskan melalui platform digital yang namanya Youtube.

Secara usia saya ini sudah tidak muda, namun secara Youtuber saya ini baru anak kemarin sore, pemula sekali. Alhamdulillah secara jam tayang dan secara jumlah subscriber sudah memenuhi syarat untuk dimonetisasi.

Norek bank, ID, dan alamat domisili sudah saya kirim. Semua sudah diverifikasi, kecuali alamat saja yang belum terverifikasi. Tentang ini harus menunggu kiriman surat sakti berisi 6 angka keramat: PIN Google AdSense yang kemudian harus diisikan pada form di akun Google AdSense saya.

Menunggu datangnya itu rasanya melebihi menunggu datangnya belanjaan online yang tak kunjung datang. Bedanya lagi, belanjaan online kita bisa lacak sudah sampai mana berdasar nomor resi. Lha si PIN Google AdSense ini dikirim dari negeri jiran Malaysia tanpa disertai nomor resi. Bagaimana melacaknya coba! Dan bagaimana pula kalau surat itu nyasar ke rumah Kak Ros atau Abang Saleh di Kampung Durian Runtuh?

Terhitung dua kali saya ke kantor pos untuk mengambil (mungkin tepatnya mencari tahu) surat dari Google AdSense itu. Hasilnya: zonk! Dicari oleh petugas di ruang ekspedisi, kiriman untuk saya itu tidak, eh belum datang ding!

Sebelum meninggalkan kantor pos, saya meninggalkan nomor telepon kepada petugas pos yang biasa menangani kiriman Google AdSense. Agar bila si PIN AdSense itu datang, bisa mengabari saya. 


Lebih lima purnama tiada kabar. Sejak belum musim lato-lato sampai selesai sidang tingkat pertama kasus Sambo. Belum ada pemberitahuan dari kantor pos. Sampailah kemarin siang kabar itu datang. Via WA, petugas pos berkirim pesan, juga ada disertakan foto amplop berlogo Google untuk saya: bahwa kiriman dari Malaysia itu sudah tiba. Urrraa...‼️

Secara pemberitahuan via email, sebenarnya surat dari Google AdSense ini adalah yang kedua. Yang pertama dikirim tanggal 23 September tahun 2022 kemarin. Sampai empat bulan belum juga datang. Nah, yang saya terima barusan ini adalah kiriman tertanggal 23 Januari 2023.


Tak mau mereka-reka surat pertama itu nyasar ke Kak Ros atau siapa, saya bergegas membuka. Merobek sampulnya, dan menemukan 6 angka keramatnya. Sat-set das-des saya masukkan ke akun Google AdSense saya. Clink, lengkap sudah. IDV dan alamat saya langsung terverifikasi.*****



Sabtu, 15 Oktober 2022

Berita TV Berita

MINGGU lalu, dalam mengakhiri membaca berita di KompasTV, Aiman Witjaksono juga pamit. Bukan pamit untuk esok bertemu lagi di Kompas Malam, misalnya. Tapi pamit betulan. Iya, pamit resign dari KompasTV

Orang tv berita pindah-pindah adalah hal lumrah. Lihat CNN Indonesia. Orang-orang dari tv berita, atau paling tidak orang pemberitaan di televisi hiburan, banyak yang ngumpul disana. Mulai Desi Anwar, Putri Ayuningtyas, dan berderet nama lainnya. Kania Sutisnawinata juga pernah hengkang ke Bloomberg tv, dan ketika Bloomberg TV Indonesia cuma bertahan mengudara seumur jagung dan lalu gulung layar, Kania balik lagi ke MetroTV. Don Bosco Selamun, pun demikian. Pernah di SCTV, lalu ke MetroTV, lalu ke BeritaSatu, lalu balik lagi ke MetroTV.

Banyak nama orang pemberitaan di tv Indonesia yang punya posisi moncer, barangkali tak begitu saja bisa lepas dari Karni Ilyas. Misal, saat si pemilik suara serak itu masih pemred di Liputan6 SCTV, Don Bosco masih wakilnya. Rosiana Silalahi, Arief Suditomo atau Ira Kusno, Alvito Deanova, Bayu Setiono masih News Anchor-nya.

Kini  Rossi pemred KompasTV, Arief Suditomo (selepas dari pemred di RCTI dan sempat jadi anggota DPR), sekarang pemred di MetroTV.

Balik ke Aiman. Serara waktu, ia lama di Seputar Indonesia RCTI. Beberapa waktu sebelum ke KompasTV, sempat saya lihat Aiman membaca berita di TVRI. Sayang saya tak sempat memotretnya. Kini Aiman sudah keluar dari KompasTV. Kemana?

Kamis, 18 Agustus 2022

Farel Prayoga dan Fenomena Lagu Dewasa oleh Anak-anak

banyak nyamuk di rumahku
gara-gara aku 
malas bersih-bersih

Salain lagu itu, ada juga yang ini:

semut-semut kecil
saya mau tanya
apakah kamu di dalam tanah
punya mama-papa

Atau;

diobok-obok airnya diobok-obok...

Ingat syair lagu itu?
Baiklah. Namun sekarang, entah saya yang kurang perhatian atau apa, makin jarang anak-anak punya lagunya sendiri, ya lagu anak-anak. Ataukah memang tak ada lagi pencipta lagu macam Papa T. Bop yang dulu produktif menciptakan lagu anak-anak yang sesuai dengan umur anak-anak. 

Kini?
Anak-anak 'diobok-obok' lagu dewasa, yang trenyuhnya, dinyanyikan oleh anak-anak dengan riang gembira. Ya semacam lagu cinta-cintaan. Anak-anak menyanyikan (atau sekadar  mendengar ---tapi sering-- lagu-lagu macam itu) jangan-jangan membuat anak-anak mengalami pendewasaan dini. 

Kambing paling hitam yang patut ditunjuk batang hidungnya adalah gawai, gadget. Perangkat mungil tapi bisa menampilkan apa saja, kepada siapa saja. Termasuk fenomena anak bernama Farel Prayoga.

Kamis, 12 Mei 2022

Siaran TV Digital Surabaya, Update Terbaru

ASO (Analog Switch Off) ditunda. Walau tidak semua area. Setelah sekian lama ditunggu. Padahal jauh hari sudah dijadwalkan. Malah pakai hitung mundur segala. Start-nya jelas. Tanggal 30 April 2022.  Artinya, per tanggal 1 Mei 2022, beberapa wilayah itu siaran tv analognya mati. Dimatikan. Serentak. Tetapi, sebagaimana terjadi, kematian serentak itu urung terjadi. Hanya sebagian kecil yang dimatikan analognya. Lainnya menunggu lagi. Dengan beragam alasan. Namun sampai kapan?

Jadilah beberapa teman yang gegap gempita secara sukarela mensosialisasikan ASO itu di sosmed, jadi gimanaaa gitu. Malu? Mungkin. Apalagi, sebagaimana hal apapun, pasti ada yang kontra. Yang kemudian menjadi saling sindir. Antara pemerhati dan pendukung migrasi analog ke digital, dengan kelompok jalur wajan, jalur digital langit. Yang sedari awal gak yakin ASO akan mulus. Bahkan, diantara mereka ada yang tidak percaya siaran digital terrestrial ini gratis selamanya. Padahal, secara legal formal, siaran digital ini terang-terangan mendaku sebagai FTA. 

Setelah 'geger rada gedhen' tempo hari, kini pelahan tensi mereda lagi. Semua ngaso membahas ASO. Walau ada selentingan beberapa televisi akan melakukan ASO mandiri. SBO yang kini berbendera Jawa Pos TV termasuk yang dikabarkan telah menyuntik mati siaran analognya. Maaf, saat saya menulis ini, saya belum mengeceknya.


Update Siaran TV Digital Surabaya di kanal
Youtube saya. Subscribe ya.... 😊

Kalau di area Surabaya sendiri, belum ada penambahan channel lagi di kanal digital. Masih 29, dengan NET. belum nongol. Untuk tv lokal Surabaya, setelah ArekTV on air di MUX Viva, praktis tinggal SurabayaTV yang belum. Eh, tapi... apakah SurabayaTV masih mengudara di jalur analog ya? Ataukah ia, dengan gaungnya yang tak terdengar, sedang mati suri?

Baiklah, berikut daftar MUX dan channel yang sudah mengudara di kanal digital untuk area Surabaya;

-MUX Viva (ch. 23/490 MHz): antv, tvOne, ArekTV

-MUX Media Grup (ch. 25/506 MHz): MetroTV, Magna Channel, BNTV, TV9, MaduTV, BBSTV, Jtv, Jawa Pos TV

MUX Trans Grup (ch. 27/522 MHz): Trans7, TransTV, CNN Indonesia, CNBC Indonesia.

MUX Emtek (ch. 29/538 MHz): SCTV, Indosiar, O Channel, MentariTV, RTV, KompasTV

MUX TVRI (ch 35 / 586 MHz): TVRI Nasional, TVRI Jatim, TVRI 3 TVRI Sport

MUX MNC Grup (ch. 41/634 MHz): RCTI, MNCTV, GlobalTV, INews

****

Rabu, 04 Mei 2022

Mudik

SEPERTI biasa, saya mudik lebaran di hari ke dua. Hari pertama masih harus kerja. Bahkan kemarinnya, di malam takbiran, juga masih harus piket. 

Namun, setelah dua kali lebaran pemerintah membuat pembatasan, pun untuk urusan mudik dan juga sholat id, kali ini: brol. Dilepaskan. Maka di televisi saya lihat orang terpaksa sampai bermalam di pelabuhan penyeberangan, saking antrenya. Saking membludaknya pemudik.

Sebelumnya, demi mudik ini, apapun dilakukan. Termasuk dijus pakssin buster. "Tapi di perjalanan sama sekali tidak ada ditanyakan. Juga di penyebetangan", kata teman saya yang mudik ke Singaraja.

"Selamat, sampeyan kena prank. Wkwkwk," goda saya.

 
Istri dan anak-anak saya ajak istirahat
sejenak di 'hotel Merah Putih'.
Maaf, wajah saya diwakili oleh
penampakan helm saja.😊


Saya juga mudik, tapi tak sejauh para pemudik yang dengan riang menulisi bagian belakang kardus bawaannya dengan aneka tulisan genuine dan lucu, walau ada pula yang wagu. Ada yang Jakarta-Sragen, atau mBogor-Purwodadi. Saya dekat saja. Ke nJember. Tapi, baiklah, saya akui. Pinggang dan pantat saya bukan muda lagi. Menempuh jarak mudik yang hanya 200 km kurang dikit itu, berkali-kali harus menepi. Mendinginkan pantat. Sekaligus ngeluk boyok, terlentang di bangku warung yang sedang tutup, ditinggal pemiliknya libur lebaran.

Perjalanan mudik saya kali ini (pakai roda 4, tapi terpisah, jadi dua) terbilang lancar. Setidaknya dari Surabaya sampai Leces. Karena selepas pertemuan antara yang keluar dari pintu tol dan yang dari jalur arteri, barulah ada sedikit tersendat. 

Saya juga agak senang. Pasar Gedang Lumajang belum ada aktifitas berarti. Artinya kemacetan di situ belum terjadi. Padahal kalau pasar sudah normal, macetnya juga ampun-ampun. Namun, apakah lalu kalau itu nyaris saban hari terjadi, bisa dianggap kenormalan belaka? Sampai ada di antara pengguna jakan menilai ada unsur pembiaran atas situsasi itu. Pembiaran terhadap para pedagang yang lebih suka berjualan di tepi jalan dan enggan melakukannya di dalam pasar. Sekaligus pembiaran arus lalu lintas tersendat dan cenderung macet dan secara tidak langsung mengajak kita untuk mafhum. Ah, embuhlah.

Sekarang musim mudik. 

Tapi mudik harus tetap prokes, alah mbel apa? Jangankan manut anjuran halal bi halal boleh asal meniadakan makan bareng dan ngobrol, lha wong di kampung saya pakai masker saja sudah tiada temannya. Kecuali anak istri. Pokoknya di desa sudah los dol.

Kalau sudah begitu, apa ya tega tak menyambut uluran tangan sanak saudara dan para tetangga untuk saling salaman? Ndak-lah. Sekarang idul fitri. Saat tepat bermaafan. Lahir-batin.*****


Rabu, 27 April 2022

Ramen

 


TADI malam dibelikan si mbarep makanan yang dipesan secara daring. Sebagai penganut sekte 'pantang menolak walau perut sudah relatif penuh', si ramen itu akhirnya saya carikan tempat di sela-sela rongga lambung. 

Sepertinya lambung saya tetaplah lambung ndeso. Yang hanya akrab dengan nasi pecel, lalapan, sayur kelor atau paling banter rawon dengan subalan irisan labu siam sekwintal.

Bukannya tentram sentosa, perut saya semalaman malah mulas terus dengan ramen yang langsung saya tunjuk sebagai kambing hitamnya. 

Benar saja, dari sejak sahur tadi, telah berkali-kali saya ke belakang; masur-masur. Ramen, yang di lidah saya terasa belum familiar, di lambung rupanya ia malah dikenali sebagai barang asing.

Kalau saja tadi malam saya tidak maksa memakannya, bisa jadi pagi ini saya ramencret!