SUNGGUH saya kagum dengan orang Bali. Di Bali, sepanjang yang saya sempat alami, tidak sulit saban hari kita temui orang berpakaian tradisional. Pakai kamben, kebaya dan selendang yang diikatkan di pinggang. Itu untuk perempuannya. Untuk lelaki pun demikian. Memakai udeng dipadukan semacam sarung.
Betul, nyaris tiap hari ada acara upacara di Bali. Dan pakaian adatnya tentu turut serta. Itulah Bali. Itulah indahnya. Seindah saat pagi, di Senganan, Penebel, saya melihat anak-anak SD bersekolah memakai pakaian tradisionalnya. Mungkin untuk hari tertentu memang ada jadwal memakai seragam baju adat.
Di Surabaya ini, yang termasuk wilayah tanah Jawa, juga punya pakaian adat. Jujur saya belum pernah membaca literatur tentang asal-usul pakaian tradisional Surabaya ini baik secara historis maupun filosofis. Namun, saya mengenalnya sebagai busana Cak dan Ning. Wabil-khusus, pakaian ini 'hanya' dikenakan di -acara khusus. Pemilihan Cak dan Ning (semacam Abang-None versi Suroboyo), seremonial tertentu, karnaval dan saat resepsi pengantin. Baik oleh among-tamu maupun keluarga mempelai. Selebihnya, saya belum pernah melihat pakaian itu sebagai pakaian keseharian.
Maaf, saya mohon maaf, tentu saja. Dolan saya kurang jauh. Sehingga kurang begitu tahu apakah ini gejala yang sifatnya lokal atau sudah menjadi semacam fenomena yang lazim di banyak tempat. Ketika yang berbau tradisional semakin dipandang ketinggalan.
Ohya, selain Bali, sebagai agak kecuali, ada orang Madura yang tetap nyaman dengan ketradisionalannya. Saya punya tetangga yang setia setiap saat pakai sarung mengalahkan kesetiaannya pada rexona. Baik laki-laki maupun jebing-nya. Eits, maaf. Apakah sarung termasuk busana tradisional atau sudah termasuk kategori lainnya?
Kembali ke lap-top...
Minggu kemarin saya ketiban sampur jadi among-tamu untuk sebuah acara resepsi mantenan. Lokasi acara di ballroom sebuah hotel di Sidoarjo. Sekitar 30 menit perjalanan berkendara dari rumah saya.
"Nanti pakai pakaian Suroboyoan", kata shohibul hajat.
" Semua dari pihak penata rias? " tanya saya.
"Iya, kecuali celana hitam. Punya celana hitam kan? "
"Siap", jawab saya, ngasal. Padahal gak punya🙂
Akhirnya mesti beli. Malamnya beli, untuk dipakai pagi. Karena jam setengah 6 sudah harus dipacaki, dirias. Tentu periasan among-tamu pria tak seribet makeup para bu-ibu dan para perempuan pada umumnya.
Jika para perempuan bedaknya saja setebal tujuh lapis langit dan bumi, cowok hanya ganti baju, lalu bebetan jarik yg tinggal dipeniteni. Lalu pakai udeng, yang di bagian belakang ada njanthir-nya itu.
Beres?
Belum ternyata. Pasalnya udeng saya kekecilan. Ketika saya bercermin, klop sudah. Celana panjang saya ternyata kepanjangan, udeng saya kekecilan. Sebuah keadaan yg kudu diterima, karena tidak ada tersedia pilihan lainnya.
Lama menunggu yang lainnya dirias, capek juga berdiri mondar-mandir di depan kamar rias. Sementara para perempuan, lapisan bedak riasnya mungkin baru lima, kurang embuh apa lagi.
Capek berdiri, saya tolah-toleh gak ada kursi, saya berniat duduk jongkok di dekat tangga lantai tiga ini. Niatan saya sambil nunggu yang lain selesai dirias, bisalah saya nerusin ngedit video untuk jadwal upload nanti sore di salah satu channel YouTube saya.
Saat saya duduk, samar-samar ada suara weekk... kain sobek. Oh bukan kain robek, tetapi jahitan sobek. Saat saya raba, betul. Celana saya, bagian bokong robek. Padahal baru beli semalam. Mau malu, tapi wong gak ada yang tahu. Saya berusaha sesantuy mungkin. Seolah tak terjadi apa-apa. Toh masih ada kain jarik pelapis. Saya tak khawatir ada yang lihat.
Saat acara, ketika para tamu rame sekali dan saya harus terus ramah menyalami, saya sesekali meraba bagian belakang, memastikan kain jarik tidak ketarik. Kalau ketarik dan nyingkap, waduh, gak bahaya ta?
Saat para tamu menikmati hidangan prasmanan dan mempelai bahagia di pelaminan, selepas acara ini saya sudah menyiapkan rencana besar. Yakni langsung ke tukang permak; memotong celana panjang yang kepanjangan dan menjahitkan bagian yang robek iini secepatnya agar burungnya gak keburu kabur lewat bolongan itu. ****