Jumat, 09 November 2018

Gorengan

MAS BENDO berlari kecil menuju warung Mbak Yu. Gerimis pagi yang turun di November ini sepertinya agak terlambat. Karena biasanya Agustus sudah mulai hujan., lha ini sudah hampir pertengahan November baru mulai turun hujan.

Dingin-dingin, di hujan begini tentu enak nongkrong di warung Mbak Yu. Bisa nunut baca koran. Bisa makan pisang goreng hangat. Apesnya, Mbak Yu belum menggoreng pisang. Kang Karib yang sudah nongkrong duluan malah sudah kebal-kebul merokok sambil baca koran.

Piye to Mbak Yu, kok pisangnya belum digoreng?” protes Mas Bendo.

Rung sempat, nDo.” jawab Mbak Yu sambil ndeplok sambel pecel.

Ra usah protes,” Kang Karib bicara sambil membuka koran halaman berikutnya. “Wong ngutang aja kok kakean tuntutan. Mbok ya yang sudah ada saja itu dimakan”.

“Hujan-hujan begini enaknya makan gorengan yang anget-anget, Kang.”

“Makan krupuk sambil minum kopi hangat kan juga bisa, nDo”

“Pinginnya pisang goreng kok malah disuruh makan krupuk ki piye to sampeyan,” Mas Bendo ambil duduk di dekat Kang Karib. “Lha kalau sembarang gorengan, sekarang bukan hanya pisang. Perkataan juga bisa digoreng lho, Kang”.

“Mesti kamu sedang membela Pak Wo kan, nDo?” Kang Karib yang memang simpatian Pak Wi menimpali. “Orang itu lihat-lihat dong kalau bicara. Masak calon pemimpin kok bicaranya begitu.”

“Begitu piye to, Kang? Orang guyon kok ditanggepi serius.”

“Guyon itu itu juga harus ada batasnya, nDo. Mosok kok merendahkan orang dengan menyebut daerahnya itu guyonan. Itu ndak patut, nDo.”

Ra patut piye to, Kang?!” sanggah Mas Bendo. “Ra patut mana coba dengan wong sudah minta maaf kok masih saja dituntut. Ini namanya gorengannya ra uwis-uwis, nggak bubar-bubar. Bisa habis energi kita hanya ngurusi hal sekecil upil ini. Lha kapan majunya kita, Kang.”

“Sama, nDo,” Mbak Yu yang masih belum selesai menumbuk sambel pecel di lumpang, menimpali, “kapan majunya warungku ini kalau kamu setiap kesini selalu ngutang...” *****


Tidak ada komentar:

Posting Komentar