Kamis, 21 Juli 2011

Kisah Tentang Para Pengarang

PENGARANG yang mahir selalu bisa menuangkan karangannya tanpa berpikir.Seperti petani yang mecangkulkan paculnya sambil bersendau gurau dengan teman disebelahnya tanpa menghitung butuh seberapa kuat tenaga untuk mengayunkan gagang cangkul.Atau seperti sopir yang bisa mengemudi sambil menerima telepon atau malah ber-SMS-ria.Pendeknya,karena mahir orang bisa berbuat tanpa berpikir.Meluncur saja.

Mengarangpun begitu.Meluncur saja.Tanpa berpikir.Dan satu lagi;karangan yang baik menjadi seolah nyata.Dan malah ada yang meyakini itu memang nyata.

Kisah Siti Nurbaya-nya Marah Roesli misalnya.Atau kisah kolosal Mahabharata karangan Begawan Wiyasa.Dan banyak lagi karangan yang dianggap nyata.

Saya punya teman yang sangat mahir bermain gitar.Karena mahir ia bisa memetiknya tanpa berpikir.Tanpa berpikir pula ia melantunkan lagu sekenanya.Spontan saja.Dan,ini dia lebihnya,tetap nyaman didengar.Sekali lagi,karena ia mahir.

Pengarang-pengarang terus lahir.Terus mahir.Saya tentu tidak membatasi membahas tentang AS. Laksana yang saya anggap memang sangat mahir.Karena,pasti anda juga tahu,M.Nazaruddin juga mahir.Anas Mahir.Bang Ruhut mahir.Andi Nurpati juga mahir.

Mengarangkah mereka?

Iya saja.Karena bukankah Andrea Hirata adalah juga mengarang ketika menulis Laskar Pelangi walau bukunya adalah juga berisi kisah nyata.Dan karangannya menjadi hidup karena ia mahir.

Saya ,pada masa remaja dulu,malah menganggap kisah film Roman Picisan yang dibintangi Rano Karno dan Lidya Kandau yang dikarang Eddy D. Iskandar itu nyata.Itu sangat ‘gue banget’,menurut istilah anak sekarang.Padahal itu karangan.Juga, bukankah Romeo dan Juliet-nya William Shakespeare serupa itu.Juga seakan nyata.

Hasil pengarang terus saja lahir.Seperti halnya kisah tentang M. Nazaruddin juga mengalir.Juga seakan nyata.Dan,bisa jadi,memang nyata.Tetapi ada karya pengarang lain menanggapi.Anas dan teman-temannya,misalnya.Dan itu lahir mengalir karena juga mahir.Karangannya menjadi tampak nyata.Belum lagi pengarang lain.Dengan kisah yang lain.

“Pengarang yang mahir selalu bisa mengarang dengan tanpa berpikir,”begitu kurang-lebih kalimat yang ditulis AS Laksana dalam blog Ruang Berbagi miliknya.

Dari kisah mengharu biru sampai kisah politik yang ruwet.Dan sebagai khalayak umum,kita bebas menyikapinya.Ikut terbawa kisahnya,atau cuekin saja.Dan karena kita sudah sangat mahir sebagai rakyat,tentu tidak salah kalau menangapinya dengan tanpa berpikir.

Tapi,sungguh.Sebagai pengarang saya belum mahir.Masih belum mampu untuk tidak berpikir.****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar