Minggu, 08 September 2019

Klepon Gempol Kini

TENTANG kenapa banyak sekali penjual klepon di sekitaran Gempol, Pasuruan, menggunakan nama Wahyu sepertinya sudah pernah saya tulis. Kalau tidak salah ingat sih. Yakni, karena Pak Wahyulah orang pertama kali yang membuat dan menjual klepon di daerah situ. Sebagai yang pertama, apapun itu, sering secara auto menjadi semacam hal yang generik. Dan jadilah Wahyu identik dengan klepon Gempol. Begitu.

"Karena Pak Wahyu tidak mendaftarkan nama itu", terang seorang Ibu berusia sekira limapuluh tahun tempat saya membeli klepon siang tadi," jadilah nama Wahyu digunakan banyak orang disini".

Tidak seperti penjual lainnya yang tetap keukeuh memakai nama Wahyu pada banner dan pada kemasan klepon, Ibu ini memakai nama Mahkota.

Namun demikian, menurutnya, sekarang makin sepi pembeli. "Sejak ada tol, dan kendaraan dari Surabaya ke arah Probolinggo dan atau sebaliknya banyak yang lewat tol, kami makin sepi pembeli", tuturnya yang telah berjualan klepon sejak delapan belas tahun silam itu.

Sambil berbincang dengan saya, tangan Ibu itu saya lihat cekatan sekali membuat bulatan dari adonan tepung ketan berwarna hijau, memberinya cairah gula merah di dalam bulatan calon klepon itu, menutupnya lagi dan lalu mencemplungkan ke dalam air mendidih. Sebentuk keahlian yang terasah berkat kesetiaan menekuni sebuah profesi membuat dan menjual jajanan tradisional bernama klepon.

Rupanya, jalan tol yang dibangun untuk memperlancar arus lalu lintas orang dan barang, punya imbas lain yang sepertinya memang niscaya. Salah satunya terhadap para penjual klepon di daerah Gempol ini. ****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar