SEMASA
hidupnya, di kampung dulu, paman saya punya cara khas dalam
memperlakukan undangan yang telah diterimanya. Ia mencantolkan pada
paku undangan-undangan itu pada saka, kayu tiang utama rumah
tuanya. Karena tiang itu persis ada di antara ruang tamu dan ruang
tengah, orang akan dengan mudah mendapati lembar-lembar undangan itu.
Dari yang paling baru sampai yang telah lama. Untuk mencari tahu yang
lama juga bukan perkara sulit, bila warna kertasnya telah usang, ya
itulah ia. Iya, bahkan undangan yang telah lama dihadirinya pun masih
saja disimpan paman. Untuk apa? Untuk kebanggaan karena sebagai tanda
orang blater, banyak kenalan yang telah pernah mengundangnya?
Entahlah.
Perilaku
itu barangkali sama dengan kebiasaan seorang teman yang menyimpan
bekas bungkus rokoknya pada jendela kamar. Ditata sedemikian rupa
sampai jendela itu tertutup olehnya.
Undangan
untuk menghadiri hajatan, bulan-bulan ini, Rajab sampai Sya'ban
nanti, datang silih berganti. Orang menganggap sekarang saat bagus
untuk menggelar pernikahan atau khitanan. Yang berarti waktu bagus
pula bagi bisnis persewaan alat-alat pesta, tukang sound system dan
tentu saja pencetak undangan.
Sekarang
makin jarang ditemui undangan dengan tulisan tangan yang dibeli orang
di toko dengan kolom waktu/tanggal, nama mempelai dan hiburan dalam
bentuk kosongan, sehingga calon shohibul hajjat harus mengutus
orang dengan tulisan tangan yang bagus untuk mengisinya. Sekarang
semua telah tercetak rapi, lengkap dengan foto pre wedding
mempelai. Tentu saja harga menentukan rupa. Semakin mahal harga per
helai undangan, semakin bagus pula tampilan dan bahannya.
Di
kampung saya dulu, sekali pun telah diberi undangan, saat manggulan
(satu hari menjelang hari H), shohibut hajjat masih pula
mengirimi para calon tamunya itu dengan makanan lengkap dengan lauk
dan kuenya, tradisi itu dinamakan tonjokan. Bukan hanya
makanan, ada pula yang menyertakan sebungkus rokok dalam selembar
undangan. Dengan itu semua, calon tamu akan merasa lebih sungkan
tidak datang bila sudah ditonjok begitu. Ibarat kata, sudah
menjadi fardu 'ain.
Begitulah;
menghadiri undangan hajatan, tamu datang selalu tidak dengan tangan
kosong. Walau dalam undangan selalu ditulis 'mengharap kehadiran
untuk memberikan doa restu', para tamu sudah faham betul kalau kotak
dengan hiasan renda berwarna keemasan yang diletakkan di dekat pintu
masuk itu bukan wadah untuk mencemplungkan doa. *****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar