JEMPUT bola. Itu metode yang banyak dipakai berbagai
pihak untuk meningkatkan pelayanan. Sebutlah misalnya pelayanan SIM
Keliling, Samsat Keliling, Pos Keliling atau E-Buz-nya bank BRI. Dengan
mendatangi begitu, tentu terasa ada nilai plusnya. Customer menjadi lebih punya waktu ketimbang harus mendatangi kantor-kantor dimaksud.
Dan layanan jemput bola itu kemudian merambah ke bidang yang bukan
layanan publik dari sebuah instansi. Ia bisa kita dapati berupa mobil
yang dimodifikasi sedemikian rupa menjadi toko keliling. Atau para ibu
tidak perlu lagi belanja ke pasar untuk keperluan pengadaan sayur-mayur
yang akan dimasak hari itu. Sudah banyak kita temui para abang penjaja
sayur bermotor yang pagi-pagi sudah sliwar-sliwer di sekitar rumah kita. Untuk
perkara jahit-menjahit, pun sudah ada tukang permak keliling.
Dulu, dikampung saya, para orang tua mengajak anak untuk bisa naik komidi putar atau dremolen tentu harus mendatangi pasar malam dulu. Dan pasar malam itu, sampeyan
tahu, tidak saban waktu ada. Ia pindah dari desa satu kedesa yang lain
dalam kurun tertentu. Kalau tidak ada pasar malam, jangan harap kita
menemukan kereta kelinci, misalnya. Sekarang jangan tanya. Pagi siang
malam ada saja kereta kelinci, komidi putar, atau perahu-perahuan yang
datang menjajakan jasa dengan sistem jemput bola.
Benar, sekarang ia lebih populer disebut odong-odong. Segala mainan ala
pasar malam tetapi dimodifikasi dengan bentuk mini itu, datang tiap
waktu menggoda iman anak-anak kecil. Makanya, bagi orang tua seperti
saya, selain uang jajan, paling tidak harus dianggarkan pula uang
odong-odong.
Si kecil saya (Faiz, 2,5 tahun), mana tahu kalau saya lagi harus
mengetatkan ikat pinggang. Ia akan langsung minta naik odong-odong
begitu mendengar suara sirine yang meraung-raung dari becak odong-odong
itu. Padahal, tarifnya minimal seribu rupiah untuk durasi tiga lagu
anak-anak yang diputar. Ya sekitar lima belas menitlah. Itu yang
odong-odong manual, dipancal layaknya becak. Kalau yang pakai mesin,
misalnya kereta kelinci atau yang sejenisnya, ongkosnya lebih mahal.
Tiga ribu rupiah bareng si ibunya. (Karena, tentu mengkhawatirkan
melepas si kecil naik sendiri kereta hasil sulapan motor roda tiga
dengan empat gerbong kecil yang digandengnya). Padahal, dalam sehari,
ada sekian banyak odong-odong yang beroperasi. Padahalnya lagi, yang
namanya anak-anak, mana pernah bosan merasakan sensasi naik
odong-odong.
Sambil menunggui si kecil yang asyik naik odong-odong model perahu yang
bergerak maju-mundur, saya bertanya kepada abang odong-odong tentang
pendapatannya dalam sehari operasi.
“Setelah saya pakai ngopi, beli rokok dan makan, dalam sehari saya
rata-rata bawa pulang uang seratus ribu,” kata lelaki (berumur sekitar
50 tahunan) asal Kediri yang sebelumnya bekerja sebagai buruh pabrik di
PT Unilever itu. Lebih lanjut ia bercerita, odong-odongnya ini ia beli
empat tahun lalu seharga 7,5 juta. “Sekarang, saya pesen lagi sudah
naik menjadi sepuluh juta.”
Ingin menambah armada odong-odongnya, dari yang sekarang punya dua
(satu unit dioperasikan orang lain dengan sistem setoran per hari 30
ribu), tentu hal ini bisa dijadikan indikasi betapa menjanjikannya
bisnis odong-odong ini. Dan saya perhatikan, pelayanan si tukang
odong-odong ini termasuk memuaskan. Artinya, ketika si anak belum mau
turun padahal sudah seharusnya turun, dengan sabar ia masih mau
mengayuh odong-odongnya untuk satu lagu lagi tanpa biaya tambahan.
Tentu tidak semua begitu. Ada pula yang sedikit menjengkelkan. Tadi
malam, misalnya. Ketika jam delapan seperempat, dan si kecil saya sudah
‘mapan’ tidur, di mulut gang yang berjarak duapuluh meter dari rumah,
ada odong-odong yang datang. Ia pakai mesin. Berbentuk kereta kecil
empat gerbong dengan rel yang disangga sedemikian rupa. Untuk
memindahkan dari lokasi satu kelain tempat, si abang odong-odong
menariknya menggunakan motor Honda GL.
Seperti biasa, untuk menggoda para Balita, suara sirine adalah alat
pemanggil yang ampuh. Masalahnya adalah, si kecil saya yang sudah liyer-liyer
mau tidur, akhirnya merengek dan kemudian menangis minta naik. Dan
hari itu, entah sudah untuk keberapa kalinya ia naik odong-odong.
Menurut saya, cari duit ya cari duit, tetapi jangan sampai begitu dong.
Jam yang sudah masuk waktunya si kecil tidur, mbokya jangan diganggu.
Bagi saya, aneka jajanan snack sungguh tidak baik dikonsumsi anak-anak
karena kandungan bahannya (MSG-nya, atau pewarnanya, atau pemanis
buatannya, dan sebagainya), dan untuk si odong-odong, efek sampingnya
adalah; sedikit-banyak ia ikutan memengaruhi stabilitas isi kantong. *****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar