Senin, 30 Juni 2014

Olala, Asyiknya Pasang Parabola

SEJAK memiliki reciever DVB-T2 hampir dua tahun yang lalu, dan mendapati kenyataan laju perkembangan siaran televisi digital terrestrial cuma begitu-begitu saja, timbul keinginan dalam hati untuk membeli antena parabola saja. Untuk hal itu, dibandingkan dengan memakai DVB-T2 yang cuma tinggal mencolokkan kabel antena ke pantat reciever dengan tanpa berganti antena UHF, rasanya seperangkat parabola lengkap secara harga sedikit lebih tinggi. Sedikit? Ya, relatiflah. Bukankah satu unit DVB-T2 ada yang berharga di atas empat ratus ribu, sementara reciever DVB-S yang sudah HD di pasaran ada yang harganya tidak sampai tigaratus ribu. Satu unit LNB-C Band kisarannya limpapuluh ribu, antena parabola mesh/jaring tigaratus ribu. Tak perlulah Anda menjumlahkan angka-angka yang saya tulis itu. Tetapi saat berjalan-jalan ke pusat penjualan antena parabola di Pasar Genteng Surabaya, rata-rata pedagang menawarkan seperangkat lengkap antena parabola diluar biaya pemasangan pada kisaran tujuhratus ribu rupiah. Mahal? Sekali lagi, relatif.

Artikel terkait: Selamat tinggal siaran tv digital terrestrial.

Channel pada siaran televisi digital terrestrial ya cuma itu-itu saja. Yang umumnya adalah siaran yang juga telah dan masih bisa dinikmati pada saluran analog. Sementara, dengan antena parabola, orang tinggal mengarahkan ke satelit mana untuk menyaksikan siaran dengan jumlah channel FTA alias gratisan yang beratus-ratus.
Si Paramount 6 feet.


Saya garisbawahi, atas dasar semua itu, saya menjadi ingin memilki antena parabola. Ya, tarafnya hanya ingin, bukan butuh. Karena hanya ingin, untuk memilikinya pun saya tidak terlalu ngoyo. Saya membeli satu per satu perangkat itu secara 'menabung' selama lebih setengah tahun! Mula-mula saya membeli sebuah kompas. Ya, dalam artikel tentang parabola yang pernah saya baca, ketepatan arah adalah kunci keberhasilan pemasangan antena parabola. Barang mungil itu, walau belum tahu pasti kapan digunakan untuk setting antena parabola, dalam sehari-hari telah saya gunakan. Ya, saya ini termasuk orang yang sangat payah dalam orientasi arah. Rasanya, hanya di desa kelahiran saya saja saya ini tidak bingung arah. Selebihnya, ambil misal, belasan tahun tinggal di Surabaya tetap saja saya tak tahu timur-barat. Dan kompas membantu saya mengatasi hal itu.

Dua atau tiga bulan dari waktu saya membeli kompas itu, saya menyisihkan uang untuk kelengkapan lainnya; reciever. Saya ambil yang kelas murmer, murah-meriah. Matrix Apple III PVR. Nah, kalau sudah begitu, untuk memiliki parabola secara lengkap tinggal dua langkah lagi; LNB dan dish.

Rabu, 25 Juni 2014

Korban Tepukan

SECARA pasti saya sudah lupa. Namun karena itu saya alami sebelum menikah, perkiraan saya, itu terjadi kalau tidak tahun 97 ya tahun 98. saat itu di kanan-kiri sekitaran pertigaan Rungkut masih semrawut, masih banyak sekali lapak pedagang kaki lima. Lebih-lebih malam Minggu. Berjajar di situ, mulai pedagang sepatu, baju, batu akik, bakso, gorengan dan masih banyak lagi yang lainnya..♫♪....

Sekalipun tidak berniat beli apa-apa, sesekali saya cuci mata ke situ. Di salah satu pojok, tidak jauh dari jembatan kecil, berkerumun orang-orang mengitari, saya duga, tukang jamu. Ini mengingatkan saya saat sekolah dulu yang di jam istirahat (atau membolos) ke pasar demi melihat atraksi sebutir telur yang bisa jalan sendiri. Sesuatu yang sampai pasar tutup pun tak saya temui si telur benar-benar ngglundung sendiri. Itu, saya kira, hanyalah taktik tukang jamu dalam menarik perhatian orang.

Begitu pula dengan yang malam itu saya lihat. Maka saya hanya berdiri saja, tidak ikutan jongkok menyimak seperti beberapa pria itu. Namun, “Hei,” lelaki perpakaian hitam, dengan gelang akar di tangan dan beberapa biji akik di jarinya, menuding saya, “jangan berdiri, duduk.” katanya.

Saya menoleh kiri-kanan dan belakang, memastikan jangan-jangan kata-kata itu ditujukan bukan kepada saya.

Iya, Sampeyan,” lelaki itu, yang rupanya pimpinan tukang jamu itu, memastikan keraguan saya.

Minggu, 01 Juni 2014

Jula-juli Suroboyo

PILPRES digelar sak diluk engkas
dadi pemilih ayo sing cerdas
ojok golput ojok ora peduli
posisi presiden termasuk inti

negoro kito negoro gedhe
masalah sing onok ugo ora sepele
perkoro korupsi lan sak pinunggalane
butuh pemimpin sing tegas sikape

calon presiden wis ditetapno
siji Prabowo sing sijine Joko Widodo
ayok konco gunakno hak pilih riko
demi kemakmuran nuso lan bongso

sopo ae engkok sing dadi
ojok sampek nglalekne janji
ugo ojok salah ngangkat poro menteri
ojok sampek kliru ngingu tukang korupsi

nang negoro kito opo sing ora dikorupsi
mulai pengadaan kitab suci sampai biaya haji
kelakukan koruptor pancen nggilani
pantese iku dihukum mati*****